AKBP Bambang Kayun Mengajukan Permohonan Pra Peradilan, Apa itu?

AKBP Bambang Kayun Mengajukan Permohonan Pra Peradilan, Apa itu
Image Source by tribunnews.com

AKBP Bambang Kayun Mengajukan Permohonan Pra Peradilan, Apa itu?

“Pada dasarnya, Pra Peradilan merupakan sarana bagi tersangka, penegak hukum maupun pihak yang berkepentingan untuk menguji sah atau tidaknya proses penegakan hukum.”

Sebagaimana dikutip dari laman cnnindonesia.com (23/11/2022), KPK menduga AKBP Bambang Kayun Bagus PS menerima uang miliaran rupiah serta mobil mewah saat mengurus kasus pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM).

KPK saat ini sudah menetapkan bambang sebagai tersangka atas kasus dugaan suap dan gratifikasi.

“Diduga tersangka terima uang miliaran rupiah dan juga barang berupa kendaraan mewah,” pungkas Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui pesan tertulis, Rabu (23/11/2022).

Lebih lanjut, Bambang terjerat kasus hukum tersebut saat beliau menjabat menjadi Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Biro Bankum Divisi Hukum Polri pada periode 2013-2019.

Meskipun menyandang status tersangka, KPK sampai saat ini belum melakukan penahanan terhadap Bambang. Dalam hal ini, penahanan akan dilakukan ketika proses penyidikan cukup.

“Kami sangat yakin Polri mendukung proses penyidikan yang sedang KPK lakukan ini sebagai upaya menjaga muruah lembaga atas tindakan oknum anggotanya yang diduga melakukan korupsi tersebut,” Ujar Ali.

Lebih lanjut, sebagaimana dilansir dari laman detik.com (24/11/2022), atas penetapan tersangka Bambang, beliau pun memohon agar Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan bahwa penetapan tersangka KPK terhadap dirinya tidak sah.

Sebagaimana dilansir dari SIPP PN Jaksel, Bambang Kayun tercatat sebagai pemohon Pra Peradilan dengan nomor perkara 108/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL pada 21 November 2021 yang mana objek permohonannya adalah soal sah atau tidaknya penetapan tersangka dengan termohon adalah KPK.

Lantas, bagaimana Pra Peradilan diatur secara hukum?

Objek Pra Peradilan

Pada dasarnya, sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus mengenai:

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; 
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; 
  3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. 

Namun setelah terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 pada tanggal 28 April 2015, maka wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa permohonan Pra Peradilan diperluas menjadi:

  1. Memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  2. Memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan.

Wewenang untuk menyelenggarakan Pra Peradilan

Sejatinya, Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara Pra Peradilan, sebagaimana bunyi Pasal 77 KUHAP.

Pihak Yang Memimpin Jalannya Sidang Pra Peradilan

Dalam memimpin jalannya sidang Pra Peradilan, sesuai dengan Pasal 78 Ayat (2) KUHAP, ketua pengadilan negeri menunjuk hakim tunggal dan dibantu oleh seorang panitera.

Pihak Yang Berwenang Untuk Memohon Pra Peradilan

Pasal 79 KUHAP menyatakan bahwa: “Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya”.

Lebih lanjut, permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya, sebagaimana bunyi Pasal 80.

Tak hanya itu, menurut Pasal 81 KUHAP, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya.

 

RAR

Dipromosikan