Antisipasi Habisnya Cadangan Energi Fosil Pemerintah Fokus Transisi Menuju Energi Terbarukan

Antisipasi Habisnya Cadangan Energi Fosil Pemerintah Fokus Transisi Menuju Energi Terbarukan

Antisipasi Habisnya Cadangan Energi Fosil Pemerintah Fokus Transisi Menuju Energi Terbarukan

Kita tidak saja menjadi penonton, namun harus terlibat dalam transisi energi ini.” 

Penggunaan energi sebagai sumber ketenagalistrikan di Indonesia masih didominasi oleh energi fosil (tidak terbarukan) bahkan mencapai 80% dari bauran energi nasional. Kondisi ini konvergen dengan cadangan terbukti yang terus menurun. 

Apabila kondisi ini terus terjadi maka tidak mungkin cadangan terbukti akan habis. Menjadi tantangan besar bagi Indonesia agar dapat terlepas dari dominasi energi fosil ini dan beralih pada energi terbarukan.

Salah satu master plan yang digelorakan oleh pemerintahan Indonesia adalah transisi energi dari energi yang tak terbarukan menjadi energi baru terbarukan sebagaimana terdapat dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). 

Salah satu substansinya adalah mengenai optimalisasi energi baru dan terbarukan dengan penetapan target 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050.

Jenis energi baru terbarukan ini menjadi solusi ampuh dalam mengantisipasi habisnya cadangan energi fosil dan dilain sisi dapat berkontribusi dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sebab penggunaan energi fosil dinilai tidak ramah lingkungan.

Dalam aspek yang lebih luas transisi energi ini ditujukan sebagai kedaulatan energi; ketahanan energi; pembangunan berkelanjutan; ketahanan iklim dan rendah karbon;, sebagaimana disampaikan oleh Direktur Jenderal Minyak dan gas bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (Kemen ESDM RI) pada Webinar Shell live dengan Wire Tackling Future Energy Demand pada 8 September lalu.

President Director and Country Chair Shell Indonesia Dian Andysuri menyatakan, energi untuk mengubah dunia. Dengan adanya peningkatan populasi yang sejalan dengan peningkatan permintaan sehingga perusahaan harus menyediakan energi  atas permintaan tersebut. 

“Yang perlu dilakukan adalah memitigasi perubahan iklim, bahkan kami memiliki kebijakan a net zero emissions energy business by 2050 or sooner”, tambahnya.

Hal ini membuktikan semangat pembangunan berkelanjutan yang sejalan dengan Paris Climate Agreement yang telah disepakati bersama negara-negara termasuk Indonesia.

Kemudian semangat Nawacita ini direalisasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah  Nasional pada Tahun 2015-2019 dan tahun 2020-2024.

Dalam paparannya Kepala Badan Pengembangan dan Sumber Daya Manusia Kemen ESDM Prahoro Nurtjahyo menyatakan bahwa pemerintah harus terlibat dalam transisi energi ini.

Di bidang energi baru terbarukan dilakukan dengan peningkatan porsi Energi nasional sebesar 19,5 % tahun 2024, kapasitas terpasang pembangkit energi baru terbarukan sebesar 133,8 SBM yang berasal dari tenaga surya, bioenergi masing-masing 40% dan panas bumi 35% capaian pada tahun yang sama.

Sebagaimana disampaikan oleh Direktur Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, saat ini perkembangan pangsa energi baru terbarukan masih didominasi dari bioenergi kemudian disusul oleh panas bumi dan gabungan dar variable renewable energy lainnya sehingga diperlukan strategi untuk mengakselerasi pengembangan energi baru terbarukan mengingat potensinya yang cukup besar.

Target ini dihadapkan dengan tantangan yang besar antara lain:

  1. Target pengembangangan energi terbarukan sebesar 23 % pada tahun 2025 membutuhkan investasi yang cukup besar sekitar USD 208 juta atau 1.5000 triliun;
  2. Peran Perusahaan Listrik Negara sebagai satu-satunya off-taker untuk pengembangan energi baru terbarukan on grid;
  3. Harga jual energi terbarukan belum menguntungkan untuk pengembangan energi baru terbarukan skala besar;
  4. Bunga bank di dalam negeri masih sangat tinggi dikarenakan Bank Nasional belum familiar dengan pembiayaan proyek sehingga pengembang mungkin akan menanggung biaya tinggi sebagai kompensasi risiko
  5. Masih terdapat gap antara supply (penyediaan dana) dan demand (pengembangan pipeline proyek) dalam pengembangan energi baru terbarukan sehingga diperlukan kebijakan yang mampu mempertemukan kedua aspek tersebut;

Disamping adanya tantangan, harapan pun muncul dengan pelbagai peluangnya yang ada seperti:

  1. Potensi energi baru terbarukan masih cukup besar dan tersebar diseluruh wilayah Indonesia, termasuk biomassa, palm oil dan sumber bahan bakar nabati lainnya. Penguatan riset dan penelitian untuk memastikan potensi riil;
  2. Mobilisasi pendanaan energi terbarukan dari sektor swasta dengan skema pendanaan yang lebih inovatif seperti blended financing dan crowdfunding;
  3. Beberapa negara dan/atau lembaga keuangan internasional bersedia untuk melaksanakan kerjasama dalam pembangunan energi terbarukan di indonesia dalam kerangka low carbon development;
  4. Masih terdapat kesempatan besar untuk pengembangan industri manufaktur pembangunan peralatan energi baru terbarukan termasuk ekumunkunan pengambangan teknologi sehingga biayanya menjadi lebih murah;
  5. Terdapat institusi yang dapat di tingkatkan perannya dalam penyaluran pinjaman atau hibah kepada pengembang swasta untuk menurunkan cost of money.

Diharapkan kemudian bahwa transisi energi ini dapat berjalan maksimal untuk tetap menyediakan permintaan energi dari masyarakat yang terus meningkat.

DAS

Dipromosikan