Awas, Tidak Cermat Menyusun, Beberapa Ketentuan Anggaran Dasar Perseroan Bisa Jadi Persoalan

Awas, Tidak Cermat Menyusun, Beberapa Ketentuan Anggaran Dasar Perseroan Bisa Jadi Persoalan

Awas, Tidak Cermat Menyusun, Beberapa Ketentuan Anggaran Dasar Perseroan Bisa Jadi Persoalan

Ada ketentuan yang boleh ditetapkan dalam anggaran dasar, namun bisa menimbulkan persoalan.

Aktivitas perseroan pada hakikatnya tidak hanya terlepas dari ketentuan undang-undang, namun juga anggaran dasar perseroan bersangkutan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) mengatur sejumlah hal yang harus dimuat dalam suatu anggaran dasar, juga yang tidak boleh dimuat. 

Sehingga, dalam semua hal-hal yang menyangkut PT tak hanya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tapi juga anggaran dasar. Sayangnya, banyak yang tidak cermat, sehingga ketentuan dalam anggaran dasar jadi batu sandungan.

Oleh karena itu, dalam merancang anggaran dasar tentu tidak bisa sembarangan, namun memerlukan teknik tertentu.

Menyadari pentingnya anggaran dasar, khususnya dalam pendirian perseroan, pada Jumat (03/09), KlikLegal menyelenggarakan webinar bertajuk “Teknik Perancangan Anggaran Dasar Perseroan”, yang merupakan bagian dari Friday I’m In Law Series.

Secara prinsip, Pasal 15 ayat (1) UUPT mengatur ketentuan yang harus dimuat dalam suatu anggaran dasar, yakni:

  1. Nama dan tempat kedudukan perseroan;
  2. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
  3. Jangka waktu berdirinya perseroan;
  4. Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
  5. Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada, berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
  6. Nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan dewan komisaris;
  7. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
  8. Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota direksi dan dewan komisaris;
  9. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.

Partner kantor hukum BP Lawyers, Lita Siregar, memaparkan terkait poin pertama, nama dan tempat kedudukan perseroan, tidak boleh menggunakan nama yang sama atau yang sudah digunakan dengan perusahaan lain. 

Masih terkait dengan nama, ia mengatakan, perlu dipastikan dalam setiap korespondensi perseroan dengan bisnis pihak ketiga atau dalam isi perjanjian, nama perseroan harus tepat. Kalau tidak tepat, isi perjanjian tersebut dapat dibatalkan, karena dianggap error in persona

Sementara, terkait tempat kedudukan, tidak sembarang wilayah boleh dicantumkan, “Ini standar saja, yang pasti wilayah perseroan di tingkat 2 (dua), kota atau kabupaten,” ujar Lita yang menyelesaikan studi S2 pada magister kenotariatan, Universitas Pelita Harapan.

Menyoal maksud dan tujuan perseroan, Lita mengingatkan soal penyesuaian dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Menurutnya, bidang usaha pada anggaran dasar harus disesuaikan dengan KBLI yang paling tepat dengan usaha perseroan. 

Berjalannya waktu, apabila ada ketentuan baru, maka harus menyesuaikan KBLI yang ditentukan pemerintah. Sehingga perseroan perlu update dengan setiap aturan KBLI terbaru.

Terkait jangka waktu berdirinya perseroan, jangka waktunya dapat ditentukan dalam kurun waktu tertentu maupun tidak. Bagi perseroan yang jangka waktu keberlanjutan usahanya dapat dipastikan, contoh perseroan berdasarkan joint venture yang diketahui berapa lama proyek berjalan, ditentukan saja jangka waktunya, contoh 10 tahun, 30 tahun, dan sebagainya. 

Namun, jika tidak dapat dipastikan, lebih baik disebutkan jangka waktunya adalah selama perseroan menjalankan kegiatan usahanya. Jangan sampai sudah ditetapkan jangka waktu, ternyata proyek belum selesai.

Sedangkan, berkaitan dengan poin kelima, diantaranya jumlah saham. Lita memaparkan jumlah saham yang mengundang perhatian lebih darinya, yakni pembagian saham 50:50.

“Misalnya, (perseroan) didirikan dua sahabat atau (antara dua orang) yang saling percaya, tidak disarankan (pembagian saham 50:50). Kenapa? Karena jika memakai jumlah saham seperti ini, ketika akan memutuskan resolusi dan salah satu pihak tidak setuju akan terjadi deadlock,” paparnya.

Selain memuat hal-hal yang harus ada, anggaran dasar juga diperbolehkan memuat ketentuan lain, asalkan tidak bertentangan dengan UU PT. Menurut Pasal 15 ayat (3) UU PT, anggaran dasar tidak boleh memuat:

  • Ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan
  • Ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.

“Misalnya, dalam anggaran dasar rekan-rekan bilang seperti ini, bahwa khusus untuk bapak A yang merupakan salah satu pendiri akan diberikan dividen setiap tiga bulan sekali, itu tidak boleh kita tulis langsung seperti itu. Jadi kita harus tetap strict to the rules tentang bagaimana pembagian dividen,” tukas Lita yang juga merupakan alumni Universitas Newcastle, Inggris.

AAB

Dipromosikan