Banyak Pemangku Kepentingan Menuntut Kejelasan RUU Perlindungan Data Pribadi

Pemerintah dan DPR diharapkan memprioritaskan RUU Perlindungan Data Pribadi ini.

Dosen FHUI Edmon Makarim. Sumber Foto: https://www.voaindonesia.com

Dosen Hukum Telematika atau Cyber Law Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Edmon Makarim mengatakan bahwa banyak stakeholder atau pemangku kepentingan yang menuntut pemerintah agar memberikan kejelasan hukum terhadap Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).

“Pada dasarnya sudah, jika Anda mengamati dinamika hukum terkait cyberspace, hampir semuanya membicarakan tentang kejelasan hukum perlindungan data pribadi,” katanya kepada Klikl Legal melalui surat elektronik, Jumat (21/7) di Jakarta.

Edmon menjelaskan bahwa sesungguhnya regulasi perlindungan data pribadi adalah gagasan yang sudah dibuat sejak lama dan menjadi perhatian pemerintah. “Bahkan sesungguhnya gagasan membuat RUU PDP sudah lama sekali. Kurang lebih sejak tahun 2008, yang bermula dari inisiatif Kementrian PAN pada saat itu. Isu data pribadi juga sudah menjadi perhatian pemerintah sejak adanya UU Administrasi Penduduk (UU No. 23 Tahun 2006 yang kemudian di revisi dengan UU No. 24 Tahun 2013),” katanya.

“Berbagai seminar nasional, regional dan internasional pun telah lama berkumandang menyuarakan pentingnya PDP tersebut dalam rangka mendukung Global e-commerce, tidak terkecuali ASEAN declaration of Human Rights pun yang telah mencantumkan ketentuan PDP didalamnya,” tambahnya.

Ia menuturkan bahwa rancangan ini telah melalui proses harmonisasi Naskah Akademik dan juga pembahasan Inter Kementrian. Oleh karena itu,  semestinya RUU PDP ini dapat dikatakan sudah inklusif dengan aspirasi semua pemangku kepentingan.

Lebih lanjut, Edmon menyarankan RUU PDP kembali menjadi prioritas utama bagi pemerintah dan DPR untuk membahas dan mengundangkannya. “Hal ini menyangkut eksistensi bangsa dan negara kita agar tidak terus tereksploitasi dalam menghadapi globalisasi informasi, komunikasi dan perdagangan. Kerentanan profiling penduduk oleh bangsa ataau negara lain adalah kerentanan bagi bangsa ini yang dapat mengancaman keamanan dan ketahanan nasionalnya.

Dalam hal ini, Edmon menjelaskan materi muatan RUU PDP pada dasarnya mengatur bagaimana setiap penggumpulan data pribadi digunakan secara bertanggung jawab oleh publik dan juga pemerintah sehingga tidak melanggar kaedah hukum privasi setiap warga negara.

“Pada dasarnya data pribadi adalah hak kepemilikan yang melekat kepada si Subyek Data selaku pemilik data, dan setiap orang yang memperoleh dan menggunakannya harus menjamin pengendalian dan pemrosesan data sesuai hukum yang tidak merugikan aspek privasi dari subyek data tersebut. Namun, perlindungan privacy tidaklah bersifat absolut karena selaku hak individual, tetap harus menghargai adanya kepentingan umum,” terangnya.

Oleh karena itu, Edmon menjelaskan bahwa ada beberapa pengecualian dalam keberlakuan perlindungan data pribadi tersebut. “Sepanjang diperlukan untuk kepentingan hukum yang lebih besar. Contoh lain, demi penegakan hukum, kesehatan masyarakat, keamanan nasional, dan perkembangan ilmu pengetahuan,” katanya.

Dalam mencermati draft RUU yang ada, menurut Edmon, perlu ada beberapa ketentuan yang ditambahkan. Pertama, definisi  tentang profiling, anonymity, pseudonominity. Kedua, Hak meminta penghapusan data pribadi (right to be forgotten). Ketiga, Hak atas interoperabilitas data pribadi (right portability). Keempat, Accountability Agent => trustmark khusus tentang privacy. Kelima,  Komisi Independen untuk Perlindungan Data Pribadi. Keenam, Pertanggung jawaban pidana, administrasi dan perdatanya, khususnya kejelasan tentang denda ataupun gantirugi. Ketujuh, Alternatif penyelesaian sengketa baik offline maupun Online Dispute Resolution.

(PHB)

Dipromosikan