Beberapa Negara Berpenduduk Mayoritas Non-Muslim Antusias Sambut Penyelenggaraan Halal di Indonesia

Di antaranya adalah Jepang, Korea Selatan dan China.

Restauran halal di Jepang. Sumber Foto: http://www.japan-guide.com/

Penyelenggaraan jaminan produk halal di Indonesia telah memasuki babak baru pasca diresmikannya Badan Penyelenggaran Jaminan Produk Halal (BPJPH). Setelah lembaga itu terbentuk, maka pada 2019 mendatang, sertifikasi produk halal tidak lagi bersifat sukarela, melainkan menjadi suatu kewajiban.

Rencana besar pemerintah Indonesia itu ternyata mendapat sambutan yang cukup antusias dari sejumlah negara, bahkan dari negara-negara yang berpenduduk mayoritas non-muslim.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman dalam seminar “Babak Baru Sertifikasi Halal Pasca Terbentuknya BPJPH” pada Rabu (25/10) di Jakarta. Seminar tersebut diselenggarakan oleh Policy Research Analysis and Business Strategy (PRABU).

Adhi Lukman melihat kewajiban sertifikasi halal tersebut sekaligus sebagai peluang dan tantangan. “Saya ingin melihat bahwa opportunity di halal ini cukup besar memang, tetapi tantangannya memang sangat besar sekali,” ujarnya. (Baca Juga: [Advertorial] PRABU, Mitra Solutif dalam Menjembatani Kebijakan Pemerintah untuk Hadapi Tantangan Bisnis).

Hal pertama yang menjadi peluang, menurut Adhi, adalah adanya ketertarikan dari negara-negara lain berkaitan dengan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) yang akan diberlakukan pada tahun 2019 mendatang di Indonesia. “Mudah-mudahan dengan mempromosikan produk-produk halal ini akan menjadi salah satu peluang yang kita bisa garap,” ujarnya.

Adhi menyatakan bahwa yang menjadi salah satu peluang adalah bahwa populasi masyarakat Muslim di dunia memang cukup besar, termasuk di Indonesia sendiri. “Saya mengambil dari beberapa kajian Global Islamic Economy tentang Halal Food Market ini cukup signifikan besarnya dan juga pertumbuhan produk pangan olahan untuk halal food itu menjadi satu peluang yang harus kita ambil,” ujarnya. (Baca Juga: Ketua GAPMMI Sambut Kehadiran Negara Dukung Industri Halal).

Adhi menceritakan berdasarkan pengalamannya bahwa ada beberapa negara-negara mayoritas non Muslim yang cukup concern dan mendukung adanya kewajiban sertifikasi halal sebagaimana yang akan diberlakukan tahun 2019 mendatang. “Saya ke Jepang tahun lalu dan ditanya: ‘Apakah di tahun 2020 Indonesia menyediakan produk halal di Jepang?’. Seperti itu,” ujarnya pada saat menyampaikan presentasinya.

Lebih lanjut, Adhi menceritakan bahwa tahun 2013 lalu ada beberapa perusahaan Jepang yang datang dengan membawa sekaligus memperkenalkan produk-produk halal yang berasal dari Jepang. “Tahun 2014 saya diundang ke Osaka untuk menjelaskan sistem jaminan halal di Indonesia karena banyak sekali yang berminat untuk menerapkan sistem jaminan halal oleh perusahaan Jepang,” jelasnya. (Baca Juga: Pelaku Usaha Diharapkan Bantu BPJPH dengan Memberikan Data Produk).

Adhi juga menceritakan bahwa hal serupa juga dilakukan oleh Korea Selatan. Dikatakannya bahwa Korea Selatan sudah berkali-kali datang ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tujuan untuk mengajak kerja sama membuat Halal Paspor. Adhi menjelaskan bahwa maksudnya adalah menjadikan negara Korea Selatan sebagai tempat persinggahan bagi orang-orang yang hendak berangkat Haji. “Sebelum berangkat Haji, mampirnya di Korea katanya. Rencananya seperti itu,” jelasnya.

Tidak hanya Jepang dan Korea Selatan, Adhi juga menceritakan bahwa China memiliki surat kabar “The Halal Times” yang berisikan informasi mengenai jaminan halal termasuk sertifikasi bagi umat Muslim di China. “Indonesia saja bahkan tidak punya halal newspaper. Di China ada The Halal Times,” ujarnya. (Baca Juga: Ketua GAPMMI Berharap Kewajiban Sertifikasi Halal Tidak Mengganggu Investasi).

Adhi juga mengatakan bahwa apabila melihat di ASEAN, maka ada enam negara termasuk Indonesia yang ikut mendukung JPH, bahkan sudah memiliki logo halal masing-masing. Keenam negara tersebut adalah Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Filiphina, Singapura, dan Thailand. “ASEAN saja yang concern mengenai halal ini ada 6 negara, masing-masing mempunyai logo sendiri-sendiri,” ujarnya.

Adhi menilai bahwa banyaknya negara yang mendorong penyelenggaraan JPH ini sekaligus menjadi peluang, tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi seluruh negara yang memiliki penduduk Muslim di dunia. Hal demikian dikarenakan memang tidak hanya negara yang mayoritas penduduknya umat Muslim yang mendukung JPH ini. “Ternyata bukan negara-negara Muslim saja yang berminat dengan produk halal, negara non muslimpun juga termasuk salah satunya Inggris yang mempunyai London Festival Halal,” ujarnya.

Untuk itu, Adhi berharap agar pelaksaaan penyelenggaraan JPH ini dapat berjalan kondusif serta dapat memfasilitasi industri untuk menerapkan sistem halal di Indonesia hingga diakui oleh dunia. “Sehingga ini perlu sama-sama kita kawal,” pungkasnya.

(LY)

Dipromosikan