BPJPH Diminta Jadikan LPPOM MUI Sebagai LPH Pertama

LPH harus berdiri independen dari MUI.

Ketua Halal Riset Grup UGM Yuny Erwanto (Kanan). Sumber Foto: http://fapet.ugm.ac.id/

Ketua Halal Riset Grup Universitas Gadjah Mada (UGM) Yuny Erwanto meminta Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menjadikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI (LPPOM MUI) sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) pertama.

“Lembaga yang tanpa akreditasi tapi cukup dilakukan registrasi. Karena saat ini akan menggelinding, sehingga dengan mereka akan bisa langsung berjalan di bawah MUI itu,” kata Yuny dalam seminar yang bertema ‘Menyambut Hadirnya BPJPH dan Babak Baru Sertifikasi Halal’, pada Rabu (16/8), di Kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta.

Menurut Yuny, akan ada masalah jika LPPOM tetap ada di MUI sehingga yang terjadi adalah membuat mereka sekaligus menjadi komisi fatwa. “Itu kan tidak baik. Maka LPH harus berdiri independen dari MUI,” katanya. (Baca Juga: Mengenal Tiga Lembaga dalam Proses Sertifikasi Produk Halal).

Yuny menjelaskan jika merujuk ke UU No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, maka yang menjadi LPH adalah dari organisasi kemasyarakatan (ormas), perguruan tinggi keagamaan (PTK) maupun perguruan tinggi umum (PTU) sehingga mereka itu perlu dipastikan, apakah yayasan islam atau seperti apa. “Tapi LPPOM MUI harus menjadi lembaga yang pertama yang diregistrasi sebagai LPH. Karena rata-rata mereka sudah bisa mengambil data yang sebelumnya,” ujarnya.

Yuny mengatakan peran LPH dalam UU JPH adalah memeriksa atau menganatomi kandungan sebuah produk. Namun demikian, mereka harus bekerja sama dengan MUI selaku penentu petugas yang berwenang memeriksa halal. (Baca Juga: MUI Dorong BPJPH Jadikan Indonesia Sebagai Pusat Halal Dunia).

Lebih lanjut, Yuny menuturkan bahwa proses penyeleggaraan jaminan produk halal telah melewati perjalanan yang panjang. Hal ini perlu diperhatikan karena masyarakat akan melihat dengan adanya undang-undang ini proses sertifikasi akan rumit, bahkan malah lebih susah.

“Ini kan gini artinya UU JPH itu diundangkan sudah diperjuangkan bahkan sejak 2008 sampai 2014 mungkin sudah enam tahun. Kemudian terbentuknya BPJPH lamanya sudah dua tahun. Kemudian ini baru akan tercapai di 2019,” ujarnya. (Baca Juga: Kehadiran BPJPH Diharapkan Dapat Memudahkan Pelaku Usaha, Bukan Mempersulit).

Yuny mengatakan masyarakat masih nyaman dengan mekanisme sertifikasi yang berada dalam satu pintu yakni LPPOM MUI saja. Sedangkan dalam UU JPH akan melibatkan paling tidak tiga lembaga yaitu BPJPH sendiri, LPH, dan MUI sebagai pemberi fatwa.

“Sehingga kalau tidak melalui proses yang ini pasti mereka akan bertanya. Apakah ini akan lebih cepat atau lebih lambat, lebih mahal atau lebih murah, kemudian lebih gampang atau lebih rumit,” kata Yuny. (Baca Juga: BPJPH Perlu Melakukan Pendampingan Agar UKM Mempunyai Daya Saing).

Oleh karenanya, Yuny menjelaskan bahwa LPPOM MUI telah menunjukkan kepeloporan dan kiprahnya selama kurun waktu 28 tahun dalam menyelenggarakan sertifikasi halal. Hingga lahirnya UU JPH kewenangan sertifikasi tersebut segera beralih ke BPJPH. Hal ini yang akan dipandang oleh masyarakat sebagai pembanding.

“Makanya jika ada pembanding orang-orang akan selalu memandingkan agar lebih baik, itu yang bisa menjadi catatan,” tukasnya. (Baca Juga: Sukoso, Pejuang Halal Sejak Masih di Bangku Kuliah).

(PHB)

Dipromosikan