Buntut Kebakaran Depo, Warga Laporkan Pertamina ke Komnas HAM

Buntut Kebakaran Depo, Warga Laporkan Pertamina ke Komnas HAM
Image Source: Tempo.co

Buntut Kebakaran Depo, Warga Laporkan Pertamina ke Komnas HAM

Penetapan nilai ganti rugi tersebut dilakukan oleh salah satu pejabat Pertamina dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15 tahun 2017 tentang Kecelakaan Transportasi Umum, Darat, dan Laut.”

Warga Tanah Merah dengan didampingi oleh puluhan kuasa hukumnya melaporkan PT Pertamina Patra Niaga dan PT Pertamina (Persero) ke kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pelaporan ini merupakan buntut dari belum terselesaikannya ganti rugi bagi korban ledakan dan kebakaran Depo Pertamina Plumpang yang terjadi pada bulan Maret lalu.

Faizal Hafied, Ketua Kuasa Hukum Warga Tanah Merah, dilansir dari Tempo.co (20/6/2023),  menyebutkan Pasal 188, 359, dan 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai dasar hukum yang melandasi tuntutan mereka.

Baca Juga: Strict Liability, Bisa Jerat Pertamina pada Kasus Depo Plumpang?

Terkait hal ini, Warga Tanah Merah memberikan tenggat waktu selama 1 (bulan) bulan, yaitu hingga tanggal 7 Juli 2023, kepada PT Pertamina untuk menyelesaikan ganti rugi.

Tenggat waktu tersebut dihitung sejak konferensi pers yang diadakan oleh warga pada 7 Juni 2023 lalu. Faizal menegaskan, apabila tidak ada penyelesaian yang memuaskan, maka warga akan mengambil jalur hukum.

Lebih lanjut Faizal meminta Menteri BUMN, Erick Thohir, dan Direktur Utama PT Pertamina, Nike Widyawati, untuk melakukan pertemuan guna menyelesaikan masalah ganti rugi bagi warga.

“Kemarin di media sosial ada seekor anjing yang dibuang ke Rawa Buaya, Pak Erick perhatiannya sangat serius. Kami juga ingin kelalaian Pertamina ditindak tegas,” ujar Faizal, sebagaimana dikutip dari Tempo.co.

Adapun, laporan sebagaimana dimaksud sudah diterima oleh Komnas HAM. Laporan tersebut melampirkan hampir 100 (seratus) surat kuasa dari warga yang menjadi korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang. Kebakaran tersebut menyebabkan 33 (tiga puluh tiga) orang meninggal dunia dan kerugian materiil sekitar Rp17 miliar.

Tidak Ada Diskusi Nominal Ganti Rugi

Masih melansir dari Tempo.co, Anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK) Tanah Merah, Frengky Mardongan yang hadir dalam pelaporan menuturkan bahwa tidak ada diskusi antara warga dengan Pertamina mengenai penentuan jumlah ganti rugi. 

Pertamina secara sepihak menetapkan nilai ganti rugi sebesar Rp10 juta untuk biaya pemakaman dan Rp50 juta untuk santunan. Namun, warga menganggap jumlah tersebut sangat kecil. 

Penetapan nilai ganti rugi tersebut dilakukan oleh salah satu pejabat Pertamina dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15 tahun 2017 tentang Kecelakaan Transportasi Umum, Darat, dan Laut.

Dalam hal ini, Frengky menyampaikan kekecewaannya. Menurutnya, kebakaran di rumah mereka, yang menyebabkan kerusakan dan korban jiwa, tidak bisa disamakan dengan kecelakaan transportasi.

“Kami ini di rumah terjadi kebakaran, rumah hancur, ada korban jiwa, kok disamakan dengan kecelakaan transportasi?” Ujar Frengky.

Adapun, ia  turut mengungkapkan kebingungannya terkait penerapan aturan tersebut oleh Pertamina. Ia berpendapat bahwa Pertamina perlu menggunakan hati nurani dalam menangani masalah ini, bukan hanya mengacu pada dasar-dasar aturan semata.

Ganti Rugi Pertamina atas Kebakaran Depo

Melansir dari merdeka.com, kebakaran yang terjadi pada bulan Maret lalu menjadi insiden kebakaran kedua di Depo Pertamina Plumpang yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Sebelumnya, kebakaran serupa pernah terjadi pada tahun 2009 yang mengakibatkan seorang petugas Pertamina meninggal dunia akibat kelalaian manusia atau human error, menurut dugaan polisi saat itu.

Mengutip dari seknasfitra.org, hal ini mengindikasikan bahwa sistem keamanan Pertamina sangat tidak memadai karena tidak memenuhi standar internasional yang mengharuskan zero accidents untuk aset strategis dan berisiko tinggi.

Pada saat itu, respons pemerintah dan Pertamina terhadap kebakaran tersebut terfokus pada menyalahkan warga yang membangun di sekitar depo, daripada pengakuan tanggung jawab pemerintah maupun Pertamina. 

Terkait hal ini, Badiul Hadi, Manajer Riset di Sekretariat Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), menekankan bahwa meskipun warga membangun di sekitar depo, mereka tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas kebakaran. 

Hadi mengingatkan bahwa kebakaran serupa telah terjadi pada 2009 dan menunjukkan bahwa Pertamina harus bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.

Adapun, sebagaimana dilaporkan oleh Kompas.com (11/3/2023), Pertamina Patra Niaga telah mengonfirmasi bahwa pihaknya akan memberikan ganti rugi kepada warga yang menjadi korban dalam kebakaran.

Hal ini disampaikan oleh Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, yang menyatakan bahwa Pertamina tetap akan memberikan kompensasi kepada para korban dan akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Jakarta Utara dalam hal ini.

Meskipun Pertamina telah menyatakan komitmennya untuk memberikan ganti rugi kepada warga yang menjadi korban ledakan di Depo Plumpang, kenyataannya telah lebih dari tiga bulan sejak kejadian tersebut terjadi, para korban masih belum menerima kompensasi yang dijanjikan oleh Pertamina.

Terkait hal ini, pelaporan ke Komnas HAM menunjukkan adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam penyelesaian ganti rugi kebakaran dan ledakan Depo Pertamina Plumpang.

 

SS

 

Dipromosikan