Cerita di Balik Lambatnya Penyusunan Rancangan PP Jaminan Produk Halal

Salah satu sebab utamanya adalah sulitnya menyatukan visi antar Kementerian.

Sumber Foto: http://setkab.go.id/

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) Siti Aminah menuturkan alasan lambatnya pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang menjadi turunan dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) disebabkan karena sulitnya menyatukan visi antar kementerian.

“Jadi PP itu bukan buatan Kementerian Agama saja, tetapi PP itu buatan semua kementerian yang terkait. Itu lebih kurang buatan 9 Kementerian dan lembaga terkait. Itu dalam pembahasan kita sudah melakukan rapat antar kementerian lebih kurang 22 kali, bagaimana tidak bosan ya, jadi tiap hari dari dulu itu saja,” ungkap Aminah dalam seminar yang bertemakan “Menuju 2019 Wajib Halal : Cukupkah Satu Tahun Mempersiapkan Halal?” yang diselenggarakan oleh Policy Research Analysis and Business Strategy (PRABU) di Jakarta, Rabu, (24/1).

“Dari 2009 masih itu melulu, Saya itu kadang otak Saya ada limitnya sudah pusing soalnya bahasannya sudah pasti tidak jauh dari itu. Jadi ya itulah lika liku dalam urusan penyusunan regulasi. Kita sampai 22 kali rapat PAK kenapa sampai sekarang tidak jadi-jadi,” lanjutnya. (Baca Juga: BPJPH Akan Harmonisasi Standar Sertifikasi Halal Sesuai LPPOM MUI).

Selain itu, Aminah pun menyanyangkan proses harmonisasi intensif di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang berlangsung lama, yakni sebanyak lima kali dan klarifkasi intensif di Sekretariat Negara dua kali. Hal ini terjadi sebab adanya permintaan beberapa kementerian yang ingin dikecualikan dari produk yang wajib disertifikasi halal. Seperti misalnya permintaah dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.

“Tiga kementerian ini yang masih bergelut agak beda sedikit. Nah itu kita 5 kali, ketika pembahasan di Kemenenterian Hukum dan HAM itu kita panggil Kemenkes maunya apa,” jelasnya. (Baca Juga: Ini Penjelasan BPJPH Terhadap Ketentuan Kewajiban Sertifikasi Halal yang Masih Diperdebatkan Pelaku Usaha).

Lebih lanjut, Aminah menuturkan permintaan dikecualikan dari jenis yang wajib bersertifikat halal agaknya sulit sekali untuk dipenuhi. Sebab, kewajiban sertifikasi halal untuk semua produk merupakan amanah dari undang-undang. Meski begitu, BPJPH akan tetap berupaya menyamakan visi agar tiap kementerian bisa tetap tunduk terhadap UU JPH.

“Kita sudah rapat terus menyamakan visi dan sebagainya, bagaimana dengan Perdagangan, Perindustrian, BPOM, Badan Pertanian, dan Kemenkes itu. Kita sudah bergelut habis selama 22 kali dari 2015 sampai 2017 awal,” ujar Aminah. (Baca Juga: Memahami Enam Asas dalam UU Jaminan Produk Halal).

Namun, untuk Kementerian Kesehatan BPJPH, Aminah menuturkan akan memberikan pasal pertimbangan. Yakni, sepanjang produk obat-obatan dan vaksin tersebut memang untuk keselamatan jiwa maka masih diperbolehkan beredar. “Silakan beredar walaupun dia belum halal, silakan,” ujarnya.

Setelah seluruh kementerian dan lembaga terkait sepakat, lanjut Aminah, maka RPP akan dimintakan paraf persetujuan baru kemudian oleh sekretariat negara diajukan ke presiden untuk disahkan.

(PHB)

Dipromosikan