Dampak Keputusan Pemerintah Larang Ekspor EBT

Kejar Net Zero Emission, PT PLN Mendorong Pembangunan Pembangkit EBT
Image Source by liputan6.com

Dampak Keputusan Pemerintah Larang Ekspor EBT

“Pemerintah tetap membuka investasi asing di sektor EBT. Namun, listrik yang dihasilkan dari sektor tersebut harus digunakan untuk Indonesia serta pembangunannya menggunakan bahan baku Indonesia.”

Dalam acara Trade, Investment, dan Industry Working Group (TIIWG), Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, memastikan bahwa Pemerintah Indonesia akan melarang ekspor listrik energi baru terbarukan (EBT) ke semua negara. Hal ini dilakukan untuk kebutuhan listrik EBT di dalam negeri, sejalan dengan target Indonesia yang sudah memakai listrik EBT 23 hingga 25 persen pada 2025.

“Kita melarang ekspor listrik EBT ke dunia, kita tidak berbicara satu negara (Singapura). Kita kan belum siap, artinya listrik EBT kita belum cukup, ngapain kita ekspor,” jelasnya, Rabu (6/7/2022).

Kendati demikian, Bahlil menegaskan bahwa Pemerintah tetap membuka investasi asing di sektor EBT. Namun, listrik yang dihasilkan dari sektor tersebut harus digunakan untuk Indonesia serta pembangunannya menggunakan bahan baku Indonesia.

Sejalan dengan itu, pemerintah berencana mulai melarang ekspor bauksit mentah di tahun ini mengikuti jejak nikel. Selain bauksit, pemerintah juga akan menyetop ekspor timah mentah di penghujung 2022.

“Terkait dengan nikel, saya pikir harus kita perjuangkan tidak hanya itu, tahun ini kita akan menyetop bauksit, melarang ekspor bauksit mentah. Tahun depan kita akan melarang ekspor timah. Timah itu penghasil timah terbesar di dunia itu China kedua Indonesia, tapi untuk ekspor timah terbesar di dunia itu Indonesia,” pungkas Bahlil.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, mengatakan bahwa larangan ekspor EBT ini mengharuskan badan usaha memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu, sebagaimana bentuk kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara dan minyak goreng. Erick menuturkan bahwa keputusan pemerintah untuk melarang ekspor listrik merupakan kebijakan yang lumrah karena negara membutuhkan energi baru terbarukan.

“Kita sebagai negara yang mandiri harus memprioritaskan kebutuhan dalam negeri daripada kebutuhan negara lain, tapi bukan berarti kita anti asing. Tetap kita lakukan seperti yang kita lakukan kepada batu bara dan minyak sawit,” kata Erick.

Adapun Kepala Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada, Deendarlianto, mengatakan bahwa larangan ini tidak akan berdampak terhadap penanaman modal asing. Mengingat, kebutuhan Indonesia terhadap energi bersih masih sangat besar.

Deendarlianto menjelaskan apabila suplai energi baru terbarukan itu belum bisa mencukupi kebutuhan domestik, maka larangan ekspor tidak akan menjadi persoalan. Lantaran bauran setrum bersih masih 11,7 persen, sedangkan pemerintah harus mengejar target 23 persen pada tahun 2025.

 

AA

Dipromosikan