Diperiksa Terkait Gratifikasi Rafael Alun, Mario Dandy Tidak Tahu

Diperiksa Terkait Gratifikasi Rafael Alun, Mario Dandy Tidak Tahu
Image Source: Kompas.com

Diperiksa Terkait Gratifikasi Rafael Alun, Mario Dandy Tidak Tahu

“Mario Dandy Satrio (20 tahun), selesai diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi terkait dengan kasus gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Rafael Alun Trisambodo.” 

Mario diperiksa sekitar 4,5 jam pada Senin (22/5/2023) di Polda Metro Jaya, dengan didampingi oleh penasihat hukum. Dalam pemeriksaan ini terdapat tiga penyidik KPK. Mario mengaku tidak mengetahui terkait kasus gratifikasi yang menjerat ayahnya.

KPK juga memeriksa empat saksi lainnya di gedung Merah Putih KPK, senin kemarin. Mereka adalah Oki Hendarsanti, Ujeng Arsatoko, Fransiskus Xaverius Wijayanto Nugroho, dan Jeffry Amsar. Keempatnya merupakan pihak swasta.

“Bertempat di Polda Metro Jaya, Tim Penyidik menjadwalkan pemeriksaan saksi, Mario Dandi Satrio,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengutip dari cnnindonesia.com (22/5/2023). 

Kasus Rafael Alun

Melansir dari kumparan.com (23/5/2023), Rafael Alun dijerat dengan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. Saat menjabat sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidik dan Penagih Pajak pada Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jawa Timur I 2011 lalu, Rafael diduga menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak.

Rafael diduga menerima gratifikasi melalui PT Artha Mega Ekadhana (AME), terkait perpajakan sebesar US$90.000 atau sekitar Rp.1,35 miliar. 

KPK menyebutkan bahwa beberapa wajib pajak diduga menggunakan PT AME untuk mengatasi permasalahan pajak, khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan pada negara melalui Ditjen Pajak. 

Dalam penyidikan, KPK turut menemukan safe deposit box yang diduga milik Rafael Alun. Di dalamnya, terdapat uang Rp 32,2 miliar. Sumber uang masih didalami oleh penyidik. 

Melansir dari megapolitan.kompas.com (22/5/2023), Ketua KPK, Firli Bahuri menyebutkan bahwa gratifikasi tersebut diterima dalam kapasitas Rafael sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada DJP, Kementerian Keuangan. 

Dalam posisi tersebut, Rafael berwenang untuk meneliti dan memeriksa temuan perpajakan wajib pajak yang diduga melenceng dari ketentuan. 

“Dengan jabatannya tersebut diduga Rafael menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengkondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya,” Ujar Fikri, Senin (23/5/2023). 

Perkara ini terungkap setelah tersebarnya video yang merekam tindakan sadis Mario, anaknya, yang telah menganiaya anak pengurus GP Ansor, viral di media sosial. 

Publik mengulik latar belakang Mario dan mendapati ayahnya merupakan pejabat pada Ditjen Pajak. Ketika Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Rafael diperiksa, kekayaannya dinilai tidak wajar. 

Kenaikan Harta Kekayaan 

Rafael diketahui mencatatkan peningkatan harta kekayaan yang fantastis saat menjabat sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I. 

Ketua KPK, Firli Bahuri, menjelaskan bahwa jabatan itu ia emban sejak tahun 2011-2015. Dengan jabatan tersebut, Firli menduga Rafael menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak. Akibatnya harta Rafael meningkat pesat. 

Berdasarkan LHKPN, terlihat kekayaan Rafael saat awal dilantik tahun 2011 sebanyak Rp 20,5 miliar. Lalu setelah 8 tahun berikutnya, harta kekayaannya meningkat menjadi Rp 44,8 miliar dan pada 2020 menjadi Rp 55,56 miliar. 

Sanksi yang Menjerat Rafael 

Rafael disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU TIPIKOR), yaitu:

  1. Pasal 12B ayat (1)

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya”. 

2. Pasal 12C ayat (1)

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK”. 

3. Pasal 12C ayat (2)

Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima”. 

Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200juta dan paling banyak Rp1miliar. 

AP 

Dipromosikan