Dunia Perpajakan Perlu Transparansi Informasi Data Beneficial Owner

Saling tukar informasi dengan negara lain sudah dilakukan.

Ilustrasi. Sumber Foto: https://i.pinimg.com/

Dorongan untuk Transparansi Beneficial Ownership sudah terjadi hampir di seluruh dunia terutama negara-negara maju untuk melawan praktik penghindaran dan pengelakan pajak yang banyak dilakukan di negara-negara suaka pajak. Hal yang sama juga dilakukan pemerintah Indonesia dengan rencana menerbitikan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pemilik manfaat yang sebenarnya (Beneficial Ownership) yang berkomitmen mendukung gerakan global terkait kepentingan perpajakan.

Kasi Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional Direktorat Perpajakan Internasional Abdul Gafur mengatakan bahwa pihaknya sangat memerlukan transparansi informasi data beneficial owner. (Baca Juga: IMA Dukung Transparansi Beneficial Owner Bagi Korporasi).

“Jadi saat ini, tadi terkait dengan BO, itu kami ingin sekali mendapat informasi, artinya kalau kita tidak dapat data BO yang natural person, kita harus bisa melakukan pemetaan rank-nya. Sehingga bagi kita, ini hal yang bagus sekali mendapat informasi ini,” kata Abdul saat diskusi Keterbukaan Beneficial Ownership, di Hotel JS Luwansa Jakarta, pada Kamis (5/10).

Abdul menjelaskan data tersebut dibutuhkan supaya dapat mengatasi keterbatasan akses informasi keuangan bagi otoritas perpajakan Indonesia saat ini. Informasi dibutuhkan untuk menemukan pihak-pihak yang menghindari atau menyembunyikan asetnya, baik untuk tindak pindana pencucian uang, korupsi, dan sebagainya. (Baca Juga: Ini Alasan Indonesia Ditunjuk Jadi Tuan Rumah Global Conference on Beneficial Ownership).

“Data dua ribu sekian, orang pribadi Indonesia yang terdata menggunakan jasa forseka misalnya untuk membuat self company atau jadi owner atau jadi beneficiary atau vendor yang tujuannya untuk menghindar, untuk menyembunyikan asetnya, baik tujuannya asetnya untuk dalam rangka dia money laundry atau financing terrorism,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Abdul menuturkan sebenarnya data terkait BO itu tersimpan tidak hanya di perbankan. Ini hanya yang menyangkut data account dan di situlah pihak dari lembaga keuangan yang bertanggungjawab. (Baca Juga: Menelisik Peran Notaris Terkait Beneficial Ownership).

Sedangkan, dalam konteks pembentukan perusahaan untuk suatu entitas atau juga legal arrangements, kata Abdul, ada banyak pihak yang bertanggung jawab di wilayah ini, selain lembaga keuangan. “Bahkan kalau di global standar, itu termasuk public notary, termasuk lawyer, termasuk akuntan yang bertanggung jawab atau penegak hukumnya,” kata Abdul.

Terkait informasi data BO, Abdul berharap data tersebut bisa diakses oleh Direktorat Jenderal Pajak sehingga dapat dipertukarkan dengan institusi-institusi lain di luar DJP serta institusi terkait lainnya yang ada di luar negeri.

“Kami DJB memiliki P3P dengan 67 negara, di sana ada satu pasal, pasal 26 yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pertukaran informasi perpajakan. Di antara informasi yang dipertukarkan agar tidak tertipu. Jadi kalau dari luar negeri minta informasi mengenai BO, ya kami laporkan,” ujarnya. (Baca Juga: Begini Roadmap Beneficial Ownership Versi EITI Indonesia).

Oleh karenanya, upaya penerapan transparansi beneficial ownership tersebut bukan hanya menjadi perhatian Direktorat Jenderal Pajak maupun Kementerian Keuangan melainkan seluruh kementerian, lembaga, dan otoritas terkait lainnya.

(PHB)

Dipromosikan