Garuda Indonesia Digugat Pailit (Lagi), Bagaimana Nasibnya?

Garuda Indonesia Digugat Pailit (Lagi), Bagaimana Nasibnya?
Image source: Detik Finance

Garuda Indonesia Digugat Pailit (Lagi), Bagaimana Nasibnya?

“Sempat dikabarkan lolos dari jeratan pailit. Kini, maskapai penerbangan plat merah Garuda Indonesia dikabarkan kembali digugat oleh beberapa kreditornya.”

Beberapa waktu lalu, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dikabarkan sempat lolos dari jeratan pailit. Dilansir dari Kompas.com (20/06/2022), lolosnya Garuda dari kepailitan disebabkan karena disetujuinya Putusan Pengesahan Perdamaian (homologasi) oleh 95,07 persen kreditor Garuda yang hadir dalam rapat PKPU pada pertengahan tahun 2022 silam.

Selang beberapa waktu, tepatnya pada 7 Februari 2023, Garuda kembali mendapatkan gugatan pailit dari 2 (dua) kreditornya, yakni Greylag Goose Leasing 1410 Designated Activity Company dan Graylag Goose Leasing 1446 Designated Activity Company.

Dilansir trenasia.com (08/02/2023), gugatan pailit yang dilakukan oleh Greylag cs terhadap Garuda, dilatarbelakangi oleh gugatan yang sebelumnya dilayangkan oleh Garuda kepada Graylag cs pada 30 Desember 2022 lalu. 

Gugatan tersebut dilakukan Garuda karena perusahaannya menganggap Greylag cs melakukan perbuatan melawan hukum akibat meminta pemerolehan pembayaran diluar ketentuan yang telah disepakati dalam homologasi yang telah dilakukan.

Diketahui bahwa ternyata Greylag cs merasa tidak puas atas proses homologasi dengan skema private placement dan ingin memperoleh pembayaran di luar ketentuan yang telah disepakati.

Akhirnya, Greylag cs mempailitkan Garuda melalui pembatalan perdamaian proses homologasi yang pada pokoknya berdasarkan petitumnya, Greylag cs meminta majelis mengabulkan Permohonan Pembatalan Putusan (Homologasi) Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.425/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN NIAGA JKT PST tertanggal 27 Juni 2022 serta menyatakan Garuda Indonesia pailit dengan segala akibat hukumnya.

Dipailitkannya Garuda oleh Greylag cs, apabila disetujui oleh majelis hakim akan berdampak pada dapat berlakunya suatu prosedur kepailitan yang disebut dengan Actio Pauliana. 

Prosedur tersebut terjadi apabila adanya itikad buruk debitor guna mengalihkan harta pailit yang ia miliki. Lantas, dalam hal pencegahan ‘dilarikannya’ harta pailit oleh debitor, apa yang membedakan Actio Pauliana dengan Automatic Stay?

Automatic Stay dalam Kepailitan

Dilansir dari dhp-lawfirm.com (22/09/2021), automatic stay atau keadaan diam otomatis ialah suatu kondisi ‘bekunya’ harta debitor sejak permohonan pernyataan pailit terdaftar di pengadilan niaga. Berdasarkan US Bankruptcy Act, tujuan diberlakukannya automatic stay dalam kepailitan adalah untuk memaksimalkan keberlanjutan perusahaan (going concern) atas perusahaan pailit dan memastikan adanya pembagian secara adil kepada seluruh kreditor.

Pelaksanaan prosedur automatic stay dalam proses kepailitan, sampai saat ini telah diterapkan oleh beberapa negara di dunia, salah satunya adalah Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri, prosedur automatic stay belum dapat terlaksana. Hal tersebut mengingat automatic stay masih diatur dalam naskah akademik Rancangan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (RUU Kepailitan).

Dengan adanya automatic stay, harapannya proses kepailitan dapat terhindar dari upaya debitor untuk menyembunyikan dan/atau mengalihkan harta kekayaan miliknya kepada lain pihak, yang tentu kondisi demikian dapat merugikan bagi pihak kreditor. 

Adapun dalam berjalannya automatic stay, terdapat beberapa hal yang tidak dapat dilakukan debitor, antara lain:

  1. Debitor enggan diperbolehkan melaksanakan negosiasi dengan kreditor tertentu;
  2. Debitor enggan diperbolehkan melunaskan sebagian atau seluruh utangnya terhadap kreditor tertentu;
  3. Debitor enggan diperkenankan memperoleh pinjaman; dan
  4. Tidak dimungkinkan harta dan kekayaan debitor baik seluruhnya maupun sebagian dibebankan sita.

Berlakunya automatic stay dalam prosedur kepailitan pada dasarnya menguntungkan, bukan hanya untuk kreditor tetapi juga untuk debitor. Mengingat dalam kondisi automatic stay harta debitor benar-benar dinyatakan ‘beku’. Sehingga, tidak dimungkinkan bagi kreditor untuk sewenang-wenang terhadap harta debitor, dalam hal ini misalnya mengutak-atik baik harta kekayaan maupun harta pailit debitor, dalam rangka kreditor guna memperoleh tagihan-tagihannya atau mengeksekusi jaminannya.

Perbedaan Automatic Stay dengan Actio Pauliana

Pada dasarnya, prosedur automatic stay menitikberatkan ‘bekunya’ harta terjadi sesaat setelah diajukannya permohonan pailit terhadap debitor. Lain halnya dengan automatic stay, pada Actio Pauliana ‘bekunya’ harta debitor pailit hanya dapat berlangsung apabila secara nyata-nyatanya debitor mengupayakan pengurangan harta (demi kepentingan menyelamatkan harta), dengan tujuan guna menghindari penyitaan atau tindakan lainnya yang merugikan kreditor.

Secara lebih spesifik, Actio Pauliana diatur dalam Pasal 41 angka 1 dan 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU). Dalam pasal tersebut dijelaskan, bahwa demi kepentingan harta pailit, kepada pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pailit diucapkan.

Dilansir kalteng.bpk.go.id, Actio Pauliana dalam prosedur kepailitan di Indonesia dihadirkan guna memberikan peringatan kepada debitor, bahwa ia akan dijerat sanksi penuntutan bilamana ia mengurangi harta kekayaan miliknya, dengan tujuan menghindari penyitaan dari pengadilan.

MIW

Dipromosikan