Ini Pesan Ketum IAI dan Ketua Komisi IX untuk Para Apoteker

Apoteker diharapkan memegang teguh sumpah jabatan.

Ketua Umum IAI Nurul Falah Eddy Pariang (Kanan). Sumber Foto: Antara Jatim

Maraknya kasus penyalahgunaan obat atau beredarnya obat illegal membuat profesi apoteker menjadi sorotan. Bahkan, beberapa apoteker malah justru terjerat persoalan hukum karena kasus penyalahgunaan obat tersebut. Hal ini tentu membuat Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membidangi kesehatan ikut angkat suara berpesan kepada para apoteker.

Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Nurul Falah Eddy Pariang menyampaikan dua pesan untuk koleganya di lapangan. Pertama, para apoteker diharapkan dapat bertanggungjawab sesuai perannya dalam bidang kefarmasian, serta tidak melakukan pelanggaran terhadap aturan hukum yang ada. “Meskipun besok mau kiamat apoteker yang praktek harus tetap praktek bertanggungjawab, tidak melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan, jadi patuhi,” ujarnya kepada KlikLegal melalui sambungan telepon, Senin (2/10).

Kedua, apoteker kembali diingatkan untuk tidak menjual obat keras maupun antibiotik, tanpa adanya resep dokter. Menurutnya, hal tersebut dapat membantu pemerintah dalam menanggulangi resistensi antibiotik yang saat ini menjadi kekhawatiran dunia, termasuk juga Indonesia. Ia pun mengungkapkan bahwa saat ini penemuan antibiotik yang baru tidak kunjung didapatkan, sehingga akan terjadi resistensi di antibiotik.

Oleh karena itu, ia menyarankan kepada para apoteker supaya mengurangi dan menghindarkan penggunaan antibiotik yang tidak rasional. “Jadi intinya, wahai para apoteker prakteklah bertanggunggjawab ditempatnya masing-masing,” tukasnya. (Baca Juga: DPR Masih Menimbang Akan Memprioritaskan RUU Kefarmasian atau RUU Waspom).

Nurul Falah memaparkan bahwa praktik bertanggung jawab yang dimaksud berdasar pada good pharmacy parctice (cara pembuatan obat yang baik). “Kalau di distribusi farmasi bersandar pada good distribution practice (cara distribusi obat yang baik), kalau di pelayanan kefarmasian itu di rumah sakit di instalasi rumah sakit, di apotik, di klinik kesehatan dan pelayanan kefarmasian, di puskesmas maka berprakteklah sesuai standar pelayanan kefarmasian yang kita sebut sebagai good pharmacy yaitu cara pelayanan kefarmasian yang baik,” tukasnya.

Pesan Komisi IX

Dihubungi terpisah, Rabu (4/10), Ketua Komisi IX Dede Yusuf juga memiliki berbagai catatan kepada apoteker yang telah disampaikannya kepada organisasi profesi tersebut. “Prinsipnya kami sudah membicarakan ini dengan Ikatan Apoteker Indonesia,” ujarnya. (Baca Juga: Begini Langkah Ikatan Apoteker Menyikapi Marakya Penyalahgunaan Obat Keras).

Prinsip pertama, jelas Dede, adalah apotker harus berada di tempat ketika dia sedang menjual obat-obatan. “Terutama jika obat yang dia jual itu adalah memiliki resep. Jadi tidak boleh meninggalkan tempat tugasnya apabila terjadi penjualan obat-obat resep,” tegas Dede.

Kedua, Komisi IX meminta para apoteker untuk patuh kepada sumpah jabatannya dan juga kepada organisasinya. Di sisi lain, lanjut Dede, organisasi profesi apoteker juga harus melakukan pengawasan terhadap para anggota-anggotanya karena peredaran obat ini tidak terlepas dari peran para ahli obat. “Dan apabila mereka berada tetap dalam koridor tata aturan yang ada, Saya rasa nantinya tidak akan terjadi hal-hal yang demikian. Ya, sekarang semuanya harus bekerja sama, pihak badan pom, dinas kesehatan, pihak kepolisian dan juga BNN harus kerjasama jangan sampai hal tersebut itu terjadi lagi,” pungkasnya.

(PHB)

Dipromosikan