Ini Sederet Alasan Singapura Jadi “Destinasi Favorit” Pelarian Obligor BLBI

Ini Sederet Alasan Singapura Jadi “Destinasi Favorit” Pelarian Obligor BLBI

Ini Sederet Alasan Singapura Jadi “Destinasi Favorit” Pelarian Obligor BLBI

Setiap orang yang mempunyai uang secara tidak sah akan menyimpan uangnya di negara tax haven atau yang mempunyai kerahasiaan bank sangat ketat seperti Swiss dan Singapura.”

Tak dapat dipungkiri, Singapura merupakan salah satu destinasi favorit wisatawan Indonesia. Tak cuma dekat, Singapura juga menawarkan objek-objek wisata yang futuristik dan ramah lingkungan.

Mirisnya, Singapura juga jadi destinasi favorit pelarian obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). BLBI itu sendiri singkatnya merupakan pinjaman yang disuntikkan Pemerintah Indonesia, melalui Bank Indonesia, kepada bank-bank swasta dan BUMN, ketika terjadi krisis moneter pada 1998 silam.

Sebagai informasi, definisi obligor dapat ditemukan pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 154/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional oleh Menteri Keuangan.

Obligor adalah pemegang saham pengendali Bank Asal yang berutang menurut peraturan, perjanjian, atau sebab apapun kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) c.q Pemerintah Indonesia.

Adapun, Bank Asal adalah bank yang masuk dalam program penyehatan dengan status Bank Beku Operasi (BBO), Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), Bank Take Over (BTO), dan Bank Rekapitalisasi yang telah mengalihkan asetnya kepada BPPN c.q Pemerintah Indonesia.

Dari 48 obligor BLBI, sebagiannya bermukim di luar negeri, mayoritas di Singapura. Hal ini dikonfirmasi, Ronald Silaban, selaku Ketua Harian Satuan Tugas (Satgas) BLBI, Jumat (27/08) lalu, “Pemanggilan telah dilakukan untuk yang di luar negeri, kebanyakan di Singapura, dan kita berkoordinasi dengan duta besar kita di Singapura.”

Diantara sejumlah obligor yang bermukim di Singapura, ialah Kaharudin Ongko, yang berutang Rp 8,2 triliun. Jumlah yang fantastis bukan?

Utang tersebut meliputi Rp 7,8 triliun dalam rangka Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) Bank Umum Nasional dan Rp 359,43 miliar dalam rangka PKPS Bank Arya Panduartha.

Selain Kaharudin Ongko, ada Sjamsul Nursalim, Setiawan Harjono, Hendrawan Harjono, dan Agus Anwar, yang diduga berada di Singapura. Lantas, apa saja alasan banyaknya obligor BLBI ini memilih Singapura sebagai tempat pelindungnya?

Tak Ada Perjanjian Ekstradisi, Terhambat Perjanjian Pertahanan

Salah satu alasannya ialah, Indonesia tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Hal tersebut menyebabkan Indonesia tak dapat meminta Singapura menyerahkan orang-orang yang tersandung kasus hukum di Indonesia yang kabur ke Singapura.

Hal ini diungkap Direktur Eksekutif Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, Selasa (31/08), “Singapura-Indonesia tidak ada perjanjian ekstradisi dan sistem keuangan sangat rahasia sampai 2018. Meskipun sekarang dipaksa untuk sedikit terbuka melalui perjanjian multilateral yang dinamakan AEOI, Automatic Exchange of Information, tapi Indonesia tidak mudah mendapatkan informasi untuk itu.”

Sebetulnya, Pemerintah Indonesia telah lama menjajaki pengesahan perjanjian ekstradisi ini dengan Pemerintah Singapura.

Yang berujung ditandatanganinya, Perjanjian Ekstradisi dan Perjanjian Kerjasama Pertahanan (Deference Cooperation Agreement atau DCA) secara sepaket antara Indonesia dan Singapura, pada April 2007 silam. Peristiwa ini disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta Perdana Menteri Lee Hsien Loong.

Sayangnya, perjanjian tersebut tak bisa berlaku, sebab DPR menolak untuk meratifikasi. “Tetapi, saat akan diratifikasi, DPR tidak setuju. Mereka keberatan, soalnya perjanjian ekstradisi itu satu paket dengan keinginan Singapura menggunakan wilayah RI sebagai tempat pelatihan milter,” papar Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hadi Rahmat pada live Kompas TV, April 2016 silam.

Kerahasiaan Sistem Keuangan Ketat

Selain faktor di atas, sebelumnya telah disinggung oleh Anthony, bahwa Singapura unggul dalam kerahasiaan sistem keuangan yang ketat.

“Setiap orang yang mempunyai uang secara tidak sah akan menyimpan uangnya di negara tax haven atau yang mempunyai kerahasiaan bank sangat ketat seperti Swiss dan Singapura. Dalam kasus BLBI, uang hasil BLBI yang tidak sah, disimpan di negara-negara tersebut sehingga aman dari jangkauan otoritas Indonesia,” terang Anthony.

Ia menambahkan, Satgas BLBI, dapat memeriksa bank di luar negeri, hanya apabila sudah ada putusan pengadilan yang menyatakan bersalah dengan kekuatan hukum tetap. Hal ini yang tidak dimungkinkan dalam kasus BLBI, sebab masih berjalan.

Dalam pengejaran obligor BLBI di luar negeri, Satgas BLBI dipimpin oleh Kejaksaan melalui Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), yang juga bagian dari satgas tersebut.

AAB

Dipromosikan