Istri dan Anak Lukas Enembe Gunakan ‘Hak Tolak’ di KPK, Apa Itu?

Istri dan Anak Lukas Enembe Gunakan 'Hak Tolak' di KPK, Apa Itu?
Image source: Aktual

Istri dan Anak Lukas Enembe Gunakan ‘Hak Tolak’ di KPK, Apa Itu?

“Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidik pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik.” bunyi Pasal 52 KUHAP.

Baru-baru ini, istri dan anak Lukas Enembe dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dilakukan pemeriksaan. Dilansir Detik, agenda ini berkaitan dengan pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Papua nonaktif tersebut.

Secara lebih lanjut, Pengacara Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, mengatakan bahwa keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Rijatono Lakka. Kendati demikian, Petrus mengatakan bahwa kedua kliennya ini akan menggunakan Hak Tolak dalam pemeriksaan tersebut, apabila keduanya diminta untuk bersaksi untuk Lukas Enembe

Sebab, Petrus menuturkan bahwa pihak keluarga tidak memiliki kaitan apapun dengan yang dialami oleh Lukas Enembe. “Kami memberi pemahaman bahwa ini enggak ada hubungan dengan bapak. Sehingga, kami mengantar untuk memberikan keterangan berkaitan dengan gratifikasi yang dilakukan Lakka,” ujar Petrus dilansir CNN Indonesia, Rabu (18/01/2023).

Baca Juga: Ketua KPK Firli Bahuri Kopi Darat dengan Lukas Enembe, Adakah Potensi Melanggar UU?

Lantas, tahukah anda apa itu Hak Tolak dalam hukum Indonesia?

Jika mengacu pada penjelasan Petrus, hak ini digunakan kliennya dalam praktik dengan tidak menjawab pertanyaan yang sekiranya diluar konteks ataupun tidak relevan dengan isu yang dialami kliennya. Sehingga, kliennya berhak untuk berdiam diri dan tidak menjawab pertanyaan tersebut.

“Jadi hari ini dulu panggilannya itu 5 Oktober. Ketika dipanggil 5 Oktober dalam kapasitas sebagai saksi untuk Tersangka LE (Lukas Enembe). Kalau untuk Tersangka LE, karena sebagai suami, Ibu Yulce sama Astract menggunakan hak untuk tidak memberikan kesaksian,” jelas Petrus.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, isu ini sejatinya tidak dijelaskan secara tegas. Namun, berdasarkan penjelasan Indonesia Judicial Research Society (IJRS), pada Pasal 52 KUHAP dijelaskan bahwa “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidik pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik.”

Sehingga, dari penjelasan tersebut, menurut IJRS dapat diartikan bahwa terperiksa tidak boleh dipaksa atau ditekan. Hal ini dilakukan guna proses pemeriksaan mencapai hasil yang sebenarnya dan menjauhkan terperiksa dari rasa takut.

AA

Dipromosikan