Jadi Beban, Pekerja Migran Minta Biaya Remitansi Digratiskan

Jadi Beban, Pekerja Migran Minta Biaya Remitansi Digratiskan
Image Source: topremit.com

Jadi Beban, Pekerja Migran Minta Biaya Remitansi Digratiskan

International Migrants Alliance (IMA) mengkritik manajemen remitansi oleh pemerintah dan sektor swasta karena dianggap bahwa pelayanan yang diberikan kepada pekerja migran tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.”

IMA meminta pemerintah, sektor swasta, dan lembaga perbankan untuk tidak membebankan biaya saat melakukan pengiriman uang atau remitansi bagi pekerja migran Indonesia (PMI).

Hal tersebut didasarkan pada fakta bahwa banyak PMI masih menghadapi keterbatasan finansial. Melansir dari Kompas.id (7/7/2023), sebagian besar gaji mereka digunakan untuk biaya remitansi, sementara upah yang mereka terima cenderung rendah.

Remitansi sendiri merupakan sebuah layanan yang memfasilitasi pengiriman uang dari individu di Indonesia kepada penerima di luar negeri, atau sebaliknya. 

Adapun yang disebut sebagai biaya remitansi mencakup biaya administrasi yang dibebankan oleh lembaga keuangan, dan juga bisa mencakup biaya konversi mata uang atau biaya transfer.

Terkait hal ini, Eni Lestari selaku Ketua IMA, sebagaimana dilansir dari bisnis.com (10/7/2023), menyampaikan bahwa bank tidak akan mengalami kerugian dengan tidak mengenakan biaya tersebut dan masih dapat mencari keuntungan dari sumber lain di luar para pekerja migran.

“Ada usulan, dalam berkirim remitansi biaya dikosongkan, zero cost. Apakah tidak bisa? Bisa. Apakah berarti perbankan rugi? Tentu tidak, mereka bisa mencari keuntungan dari pihak lain,” tutur Eni, dikutip dari bisnis.com.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Denise L. Spitzer, seorang Dosen di School of Public Health University of Alberta, Kanada, menunjukkan bahwa remitansi menjadi beban bagi pekerja migran karena mereka tidak mampu memberikan bantuan yang signifikan kepada keluarga mereka di negara asal.

Berdasarkan hal tersebut, Denise kemudian berpendapat bahwa penilaian masyarakat terhadap pekerja migran yang dianggap sebagai pahlawan devisa bagi negara perlu dipertanyakan kembali.

Hasil Riset

Mengutip dari bisnis.com, riset berjudul “The Lives of Migrant Remittances” yang dilakukan oleh Denise bersama timnya menghasilkan bahwa mayoritas remitansi para pekerja migran digunakan untuk kebutuhan makanan dan biaya pendidikan. 

Riset yang melibatkan 966 pengguna ini menunjukkan bahwa rata-rata gaji bulanan di Hong Kong pada tahun 2020 sekitar Rp8,5 juta. Dalam survei tersebut, 88,7 persen pekerja mengirimkan remitansi bulanan sekitar Rp4,8 juta, yang merupakan setengah dari gaji mereka. 

Sejak pandemi, upah pekerja migran di Hong Kong ini tidak mengalami kenaikan, padahal tingkat inflasi terus meningkat.

Denise akhirnya menyimpulkan bahwa dalam praktiknya, remitansi lebih digunakan untuk bertahan hidup daripada investasi jangka panjang. 

Terkait hal ini, IMA mengkritik manajemen yang ada oleh pemerintah dan sektor swasta karena dianggap bahwa pelayanan yang diberikan kepada pekerja migran tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

Kebijakan Zero Cost Remitansi, Apakah Memungkinkan?

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, remitansi adalah layanan pengiriman uang ke luar negeri (outward remittance) atau dari luar negeri ke Indonesia (inward remittance). 

Sebagai bagian dari perlindungan terhadap PMI, pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU No.18/2017) pada Pasal 35 mengatur bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk melindungi ekonomi calon PMI dan PMI melalui pengelolaan remitansi.

Baca Juga: BP2MI Sebut Ada Sindikat TPPO, Oknum Pejabat Terlibat!

Pengelolaan sebagaimana dimaksud meliputi kerja sama dengan lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank, regulasi dan kebijakan yang mendukung, pengawasan dan monitoring, edukasi dan literasi keuangan, serta perlindungan konsumen.

Usulan dari AMI terkait zero cost dalam transfer pengiriman uang ke luar negeri, pada dasarnya dapat membantu mengurangi beban finansial bagi PMI yang memiliki pendapatan terbatas. Sebab, usulan ini memungkinkan untuk PMI mengirimkan sebagian besar pendapatan mereka kepada keluarga tanpa biaya tambahan, meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga di Indonesia. 

Selain itu, zero cost remitansi juga dapat mendorong inklusi keuangan dan akses yang lebih mudah bagi PMI dalam menggunakan layanan pengiriman uang. 

Hal ini dapat menjadi langkah konkret dalam melindungi ekonomi PMI dan memastikan penghasilan mereka dapat digunakan dengan maksimal untuk kesejahteraan PMI.

Oleh karena itu, dalam kewenangannya terkait pengelolaan remitansi, pemerintah memiliki kemampuan untuk menerapkan kebijakan zero cost remitansi tersebut.

 

SS

Dipromosikan