Jastip Berpotensi Dilarang, Ini Sebabnya!

Jastip Berpotensi Dilarang, Ini Sebabnya!
Image Source: Inc.com

Jastip Berpotensi Dilarang, Ini Sebabnya!

“Aktivitas bisnis jasa titip (jastip) dilakukan masyarakat Indonesia, umumnya karena terdapat selisih harga beli barang yang lebih murah di luar negeri.”

Berbelanja merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat umum guna memenuhi kebutuhan primer maupun sekundernya. Aktivitas belanja ini acap kali dijadikan peluang bisnis bagi orang yang sering ‘jalan-jalan’ ke luar negeri. Peluang bisnis yang dimaksud ialah praktik jastip barang yang umumnya dibeli dari luar negeri.

Praktik ini kian subur di Indonesia akibat adanya perbedaan harga yang cukup drastis, antara barang di Indonesia dengan di luar negeri. Misalnya saja, harga telepon seluler Iphone yang dilansir dari cnnindonesia.com (08/12/2020), antara harga jual Malaysia dan Indonesia ditemukan adanya selisih hingga Rp3.5 juta. Tentu hal tersebut merupakan nilai yang menggiurkan untuk beberapa orang penggiat praktik jastip.

Keuntungan yang diproyeksikan terhadap masyarakat pelaku jastip di atas, nyatanya tidak berbanding lurus dengan keuntungan yang diperoleh pemerintah Indonesia akibat maraknya transaksi jastip. Dilansir kumparan.com (14/02/2023), Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani, mengatakan bahwa usaha jastip merugikan negara.

“Seharusnya pihak yang membawa barang masuk dari luar negeri ke Indonesia dikenakan bea masuk, murahnya barang yang masuk (dari luar negeri) disebabkan tidak dikenakan pajak. Hal ini tidak adil bagi pelaku usaha lain. Untuk itu harus kita jaga (awasi),” ujarnya.

Direktorat Bea dan Cukai Kemenkeu sering kali melakukan penindakan atas maraknya aktivitas impor ilegal yang umumnya dilakukan guna menghindari pajak. Database Kemenkeu mencatat terdapat penindakan sebanyak 21.193 produk tembakau, 3.249 produk MMEA (minuman alkohol), 989 besi baja dan produk, dan lain sebagainya. 

Total penindakan yang dilakukan Bea Cukai selama tahun 2022, ialah sebesar 39.207 kasus dengan perkiraan nilai Barang Hasil Sitaan (BHP) sampai dengan Rp22.043 miliar.

Potensi Dilarangnya Jastip

Bisnis jastip yang sering dilakukan masyarakat Indonesia, apabila dilakukan dengan mengabaikan peraturan perundangan yang berlaku, akan menyebabkan potensi dilarangnya jastip oleh negara. 

Diabaikannya aturan yang dimaksud sederhananya adalah dengan mengupayakan aktivitas impor barang sebanyak-banyaknya (demi keuntungan) tanpa memperhatikan regulasi bea masuk di Indonesia.

Dilansir merdeka.com (30/04/2019), Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi menyatakan, bahwa terdapat potensi kerugian negara mencapai 17 persen dari harga barang apabila bisnis jastip dilakukan dengan ‘ugal-ugalan’.

Untuk itu, agar bisnis jastip tetap dapat berlangsung, hendaknya masyarakat Indonesia mematuhi regulasi impor barang dengan baik, agar aktivitas jastip yang dilakukan tetap dalam koridor ‘legal’. 

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut mengatur terkait poin-poin batasan yang wajib dicermati masyarakat Indonesia pelaku bisnis jastip.

Pasal 12 Ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri tersebut menyebutkan bahwa apabila penumpang membawa barang impor yang diperoleh dari luar daerah pabean (wilayah Indonesia), maka berlaku kebijakan sebagai berikut:

  1. Apabila barang impor tersebut diperoleh dengan nilai pabean paling banyak US$500 (lima ratus dollar) atau setara Rp7 Juta, per orang untuk setiap kedatangan, maka diberikan pembebasan bea masuk; dan
  2. Apabila barang impor tersebut melebihi nilai pabean paling banyak US$500 (lima ratus dollar) atau setara Rp7 Juta, maka akan dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

Apabila ditemukan fakta bahwa terdapat barang impor dalam aktivitas jastip yang nilainya melebihi Pasal 12 Ayat (2) Peraturan Menteri di atas, maka berlakulah Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Pasal 10B Ayat (6) Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (UU Bea Cukai).

UU Bea Cukai tersebut menyebutkan, bahwa orang yang tidak melunasi biaya bea masuk atas barang impor sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan maka dikenai sanksi administrasi berupa denda yang wajib dilunasi. Denda yang dikenakan sebesar 10 persen dari bea masuk.

 

MIW

 

Dipromosikan