Kemenaker Tekan Aturan Baru Eksportir, Begini Respon Buruh

Kemenaker Tekan Aturan Baru Eksportir, Begini Respon Buruh
Image Source: Tribun.com

Kemenaker Tekan Aturan Baru Eksportir, Begini Respon Buruh

“Regulasi yang ditekan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) merupakan upaya guna membantu eksportir yang mengalami kesulitan keuangan.”

Oktober tahun 2022 silam, beberapa asosiasi industri orientasi  ekspor mengirimkan surat kepada Menteri Tenaga Kerja, dengan maksud permohonan fleksibilitas jam dan hari kerja akibat maraknya tekanan yang dialami perusahaan.

Dilansir cnnindonesia.com (18/03/2023), Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI Jamsos), Indah Anggoro Putri, mengatakan keluhan yang disampaikan oleh beberapa asosiasi itu, ialah tekanan internal perusahaan berupa kesulitan finansial, namun masing-masing pihak asosiasi tersebut tidak bisa sembarangan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena wajib membayar pesangon yang nilainya cukup besar. Oleh karenanya, masing-masing pihak meminta agar pemerintah merumuskan regulasi fleksibilitas jam kerja.

Permintaan ‘akhir tahun’ yang dilayangkan beberapa asosiasi industri orientasi ekspor, nyatanya direspon oleh Kemenaker dengan menerbitkan regulasi baru. Adapun regulasi dimaksud adalah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global (Permenaker No. 5 Th 2023).

Berdasarkan ketentuan baru Permenaker No. 5 Th 2023, maka pelaku industri orientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat sedemikian rupa mengatur jam kerja buruh, bahkan hingga melakukan pemotongan gaji buruh. Adapun penyesuaian jam kerja dimaksud berdasarkan Pasal 5 Ayat (3) peraturan tersebut, meliputi:

  1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
  2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Ayat (4) dan (5), penyesuaian jam kerja tersebut dalam praktiknya disesuaikan melalui kesepakatan antara pelaku industri dengan buruh, yang mana pelaksanaannya akan berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak Permenaker No. 5 Th 2023 mulai berlaku.

Di samping itu, pelaku industri berdasarkan ketentuan Pasal 8 Permenaker No. 5 Th 2023, juga dapat melakukan ‘pemotongan’ gaji buruh (melalui kesepakatan para pihak) dengan ketentuan gaji yang dibayarkan kepada buruh paling sedikit 75 persen dari gaji yang biasa diterima.

Respon Buruh Disahkannya Regulasi Baru Kemenaker

Dilansir cnbcindonesia (19/03/2023), disahkannya Permenaker No. 5 Th 2023 nyatanya disambut aksi penolakan dari kalangan buruh. Para serikat buruh sepakat akan melakukan aksi demonstrasi pada 21 Maret 2023 mendatang. Salah satu buruh yang vokal menyuarakan aksi ini adalah Said Iqbal. Dirinya menegaskan kalangan buruh menolak keras Permenaker tersebut.

“Aturan tersebut jelas merugikan kalangan buruh. Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh berpendapat menolak keras keluarnya regulasi tersebut, dan akan melakukan perlawanan,” tegasnya.

Lebih lanjut, kalangan buruh juga akan mengajukan gugatan Permenaker tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta, serta akan melakukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA). Adapun Said juga menjelaskan bahwa terdapat 4 (empat) poin penolakan yang disampaikan oleh kaum buruh terhadap Permenaker No. 5 Th 2023, yang diantaranya:

  1. Peraturan tersebut dianggap bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, mulai dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perpu Cipta Kerja) sampai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Keduanya melarang pelaku industri membayar buruh di bawah upah minimum;
  2. Pemotongan tersebut akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat;
  3. Implementasi Permenaker No. 5 Th 2023 dinilai akan menimbulkan diskriminasi upah antara pekerja industri padat karya berorientasi ekspor dengan yang domestik; dan
  4. Permenaker No. 5 Th 2023 akan menurunkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena daya beli akan semakin turun setelah sebelumnya tunjangan buruh di luar gaji pokok juga dipangkas.

 

MIW

Dipromosikan