Kewenangan Bank Indonesia untuk Membeli SBN Akan Berubah, Simak Ketentuannya!

Jaga Stabilitas Perekonomian Nasional, Bank Indonesia Keluarkan 5 Kebijakan Fiskal

Kewenangan Bank Indonesia untuk Membeli SBN Akan Berubah, Simak Ketentuannya!

Jika RUU PPSK disahkan nanti, kewenangan BI untuk membeli SBN bukan hanya untuk penanganan permasalahan sistem keuangan karena krisis.”

Mengutip laman cnbc.com (22/11/2022), Anis Byarwati selaku Anggota Komisi XI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga merupakan anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (RUU PPSK) mengatakan bahwa Skema burden sharing atau berbagi beban antara Bank Indonesia (BI) dan pemerintah dapat diterapkan di Indonesia.

Anis mengutarakan bahwa tugas Bank Indonesia (BI) akan diperluas yakni bukan hanya menjaga nilai tukar rupiah dan inflasi, namun nantinya BI juga berkewajiban untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sebagaimana dimaksud, BI diberikan wewenang untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana sebagaimana termaktub dalam Pasal 16 Ayat 1 Huruf (c)  Undang-Undang No.2 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (“UU No.2/2020”).

Namun demikian, berdasarkan RUU PPSK, kewenangan BI untuk membeli SBN di pasar perdana sebagaimana diamanatkan UU Nomor 2/2022 tak lagi berlaku.

Hal ini dikarenakan, melalui RUU PPSK, skema burden sharing (dalam hal ini untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan) bisa diterapkan selamanya.

“BI juga diberikan kesempatan membeli SBN di pasar perdana. Awalnya di Undang-undang Nomor 2 seharusnya dalam krisis saja. Namun di RUU PPSK dimasukan lagi,” pungkas Anis dalam keterangannya, Selasa (22/11/2022).

Lantas, bagaimana perbandingan bunyi ketentuan yang memberikan BI wewenang untuk membeli SBN dalam UU No.2/2020 dan RUU PPSK?

Saat ini, berdasarkan Pasal 16 Ayat 1 Huruf c UU No.2/2020, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk membeli Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara dengan tujuan untuk menangani permasalahan sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional, termasuk kewenangan untuk menerbitkan Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara dengan tujuan tertentu khususnya dalam rangka pandemi Covid-19.

Sebagai informasi, dilansir dari klc2.kemenkeu.go.id (24/11/2022), Surat Utang Negara dan Surat berharga Syariah Negara ini merupakan bentuk dari Surat Berharga Negara (SBN).

Sementara itu, dalam Pasal 9 angka 6 yang mengubah Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UU No.23/1999) dalam RUU PPSK dikatakan bahwa “Bank Indonesia mengelola likuiditas untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi”.

Lebih lanjut, pasal tersebut juga menegaskan pengelolaan likuiditas Bank Indonesia dapat dilakukan melalui beberapa cara, seperti:

  1. Pembelian atau penjualan SBN dan/atau sekuritas berharga lain di pasar keuangan;
  2. Penempatan dana pada lembaga keuangan;
  3. Pembelian surat berharga negara pada pasar perdana dalam keadaan tertentu;
  4. Kebijakan giro wajib minimum, fasilitas pendanaan jangka pendek, bauran kebijakan moneter, dan/atau instrumen kebijakan moneter lainnya.

Dengan demikian, perbedaan dasar kewenangan BI yakni dalam UU No.2/2020 pembelian SBN diperuntukkan untuk penanganan permasalahan sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional (khususnya dalam masa pandemi Covid-19). Sedangkan dalam RUU PPSK, pembelian SBN dalam rangka mengelola likuiditas untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

 

RAR

Dipromosikan