Korupsi Migor, Wilmar dan 2 Perusahaan Lainnya Jadi Tersangka

Terkuak! Wilmar dan 2 Perusahaan Lainnya Jadi Tersangka Korupsi Migor
Image Source: detik.com

Korupsi Migor, Wilmar dan 2 Perusahaan Lainnya Jadi Tersangka

“Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga perusahaan yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka kasus dugaan korupsi izin minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya periode 2021-2022.”

Penetapan tiga tersangka ini diumumkan Kejagung pada (15/6/2023). Korupsi ini merugikan keuangan negara Rp6,47 triliun sepanjang Januari 2021 sampai dengan Maret 2022. 

Mengutip dari news.republika.co.id (15/6/2023), Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung (Kapuspenkum), Ketut Sumedana, menyampaikan bahwa penetapan tiga tersangka korporasi tersebut, dilakukan setelah tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan bukti-bukti. 

“Bukti yang sangat penting tersebut, yaitu dengan adanya putusan majelis hakim atas terdakwa perorangan yang sudah disidangkan, dan sudah berstatus terpidana yang memandang bahwa perbuatan terpidana (perorangan) tersebut adalah aksi korporasi,” ujar Ketut. 

Baca Juga: Terbukti Bersalah, KPPU Denda 7 Perusahaan Atas Kartel Migor

Atas putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap) majelis hakim terhadap para pelaku perorangan tersebut, Kejagung kemudian melanjutkan proses hukum terhadap para korporasi. 

Menurut Ketut, penjeratan tiga korporasi terkait korupsi minyak goreng ini untuk memastikan penuntasan hukum atas kelangkaan minyak goreng. Yakni diduga disebabkan adanya pemberian izin ilegal terkait ekspor minyak mentah kelapa sawit saat itu. 

Terdakwa Perorangan 

Mengutip dari cnnindonesia.com (15/6/2023), dalam kasus ini, para terdakwa perorangan sudah inkracht menjadi terpidana setelah Mahkamah Agung (MA) menguatkan vonis pengadilan tingkat pertama, dan tingkat kedua, pada Mei 2023 lalu. 

Lima orang yang sudah dipidana yaitu Lin Che Wei (LCW), selaku mantan konsultan di Kementerian Perdagangan yang dihukum penjara selama 1 tahun 7 bulan. Kemudian Indrasari Wisnu Wardhana (IWW), mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, dihukum penjara 8 tahun penjara. 

Kemudian tiga terpidana lainnya yaitu adalah para petinggi dari tiga korporasi yang baru ditetakan sebagai tersangka tersebut. 

Yaitu Pierre Togar Sitanggang, selaku General Manager Musim Mas dipenjara selama 6 tahun. Kemudian Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia dihukum penjara 1 tahun 6 bulan. Dan terdakwa Stanley MA, selaku Manager Corporate Permata Hijau Group dipenjara 1 tahun 6 bulan. 

Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Majelis Hakim menetapkan putusan vonis penjara dan denda 5 terdakwa tersebut. 

Terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana dakwaan subsidair. 

Kasus Posisi Korupsi Wilmar

Mengutip dari nes.republika.com (15/6/2022), kasus korupsi minyak goreng ini diawali dengan pemberian izin ekspor kepada sejumlah perusahaan minyak goreng yang tidak sesuai dengan batas atas penjualan ke luar negeri. 

Perusahaan-perusahaan tersebut memilih untuk melepas produksi minyak gorengnya ke luar negeri. Hal ini mengakibatkan terjadinya kelangkaan minyak goreng di masyarakat sepanjang Januari 2021 hingga Maret 2022. 

Dalam masa kelangkaan tersebut, seluruh masyarakat di Indonesia mengantri pembelian minyak goreng, dengan harga yang tinggi. Situasi tersebut kemudian memaksa pemerintah menggelontorkan subsidi sebesar Rp6,1 triliun untuk pemenuhan kebutuhan minyak goreng dalam negeri. 

Mengutip dari cnbcindonesia.com (16/6/2023), penetapan status tersangka tidak lepas dari kebijakan Kemendag menetapkan DMO dan DPO (Domestic Price Obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya.

Namun, dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO dan tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah. Menurut Kejagung, terjadi permufakatan antara pemohon dan pemberi izin untuk persetujuan ekspor. 

 

AP

Dipromosikan