KPK: Gedung MA Sarang Suap Asisten Hakim Agung

KPK: Gedung MA Sarang Suap Asisten Hakim Agung
Image Source: Lokataru.id

KPK: Gedung MA Sarang Suap Asisten Hakim Agung

“Gedung yang seharusnya menjadi tempat para ‘wakil Tuhan’ guna mengetuk keadilan malah dijadikan wadah praktik korupsi.”

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya kasus tindak pidana korupsi di lingkungan Mahkamah Agung (MA) dalam dakwaan jaksa KPK. Kasus korupsi dimaksud, dilakukan oleh asisten hakim agung Prasetio Nugroho yang ditemukan telah menerima suap miliaran rupiah pada saat menjalankan tugasnya.

Dilansir detik.com (04/05/2023), sebagai asisten hakim agung Gazalba Saleh, Prasetio Nugroho dikabarkan menerima suap dari segelintir pihak. Adapun, pihak yang memberikan suap terhadapnya serta konteks suap yang melibatkan Prasetio berdasarkan dakwaan KPK, meliputi:

  1. Mengintip Putusan Perkara pada Majelis Gazalba Saleh

Prasetio menerima uang sejumlah Rp1,5 juta pada bulan September 2021 di area kantor MA. Ia menerima uang tersebut dari seorang berinisial YN yang merupakan asisten hakim agung Sofyan Sitompul.

  1. Melakukan Percepatan Pengetikan Salinan Putusan

Prasetio kembali menerima uang sejumlah Rp10 juta melalui YN pada bulan Maret 2021 guna mempercepat pengurusan percepatan salinan putusan pidana.

  1. Melakukan ‘pelancaran’ pengurusan perkara kasasi perdata Nomor: 542 K/Pdt/2022

Prasetio menerima uang sejumlah Rp725 juta melalui Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tobelo, I Gusti Ngurah Putu Rama Wijaya. KPK menyebut uang tersebut dari pihak PT Emerald Ferochomium Industry. Di samping itu, KPK juga menyampaikan Prasetio menerima uang bagian sejumlah Rp85 juta. Selanjutnya sejumlah Rp60 juta oleh Prasetio Nugroho diserahkan kepada Rhedy Novarisza dan Rp 580 diserahkan kepada Muhajir Habibie.

Baca Juga: Mengenal Gratifikasi, Tindak Pidana Rafael Alun Dugaan KPK 

Sebagai informasi, tindak pidana korupsi berupa suap baik memberikan atau menerima uang ‘pelicin’ terhadap orang lain untuk mendapatkan suatu keuntungan terkait jabatannya. 

Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun penjara atau pidana denda paling banyak Rp250 juta.

Perlu Adanya Kode Etik Asisten Hakim

Dilansir komisiyudisial.go.id (10/06/2021), asisten hakim umumnya direkrut dari beberapa kalangan, seperti sarjana hukum, lawyers, maupun akademisi hukum dengan sebelumnya mengikuti fit and proper test

Pada dasarnya asisten hakim diintroduksi di MA memiliki tugas guna membantu kinerja hakim. Dengan adanya asisten hakim, harapannya para hakim dapat menghasilkan putusan dengan kualitas yang jauh lebih baik.

Selain itu, asisten hakim juga diharapkan dapat meminimalisir kesalahan (miscarriage) dengan menjalankan fungsinya sebagai ‘mata’ tambahan hakim untuk memastikan kualitas putusan. Jika asisten hakim direkrut dari kalangan akademisi hukum, juga dapat menghadirkan pandangan akademik pada hakim dan putusannya.

Dari segelintir fungsi beserta manfaat yang coba dihadirkan asisten hakim, kasus yang menjerat asisten hakim agung Prasetio Nugroho menimbulkan pemikiran akan pentingnya eksistensi kode etik asisten hakim guna meminimalisir penyimpangan pada saat berlangsungnya asistensi hakim.

Pemikiran demikian sejalan dengan pendapat Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial (KY), Binziad Kadafi. Sebelumnya, Kadafi menyampaikan bahwa peran asisten hakim erat kaitannya dengan pendelegasian tugas hakim. Pendelegasian tersebut terkadang memiliki risiko penyimpangan.

“Risiko penyimpangan itu pasti ada. Misalnya, karena hakim tidak boleh bertemu dengan pihak-pihak berperkara, biasanya kontak dilakukan dengan asisten hakim, yang apabila mereka turut mendraf putusan rentan untuk dipengaruhi. Ketergantungan sepenuhnya pada asisten hakim akan problematik termasuk potensi munculnya bias-bias bagi hakim dalam putusan,” pungkasnya.

Oleh karenanya, keberadaan kode etik pada profesi asisten hakim Kadafi anggap dapat dijadikan pengaman agar pelaksanaan tugas asistensi hakim tetap on track. Di samping itu, ia mengatakan mekanisme seleksi yang baik, serta pelatihan yang memadai juga memegang peranan penting dalam terjaganya tugas asisten hakim yang independen dan berintegritas.

“Karena itu perlu ada pengawasan dan kontrol, yaitu kode etik dan pedoman perilaku yang secara umum berlaku pada mereka. Nilai-nilai yang perlu difokuskan pada kedua kode etik tersebut adalah prinsip independensi dan imparsialitas,” ujar Kadafi.

 

MIW

Dipromosikan