Mahkamah Konstitusi Memutus Perkara PKPU Dapat Diajukan Upaya Hukum Kasasi Dengan Beberapa Ketentuan, Simak Penjelasannya!

Mahkamah Konstitusi Memutus Perkara PKPU Dapat Diajukan Upaya Hukum Kasasi Dengan Beberapa Ketentuan, Simak Penjelasannya!
Image Source by mediaindonesia.com

Mahkamah Konstitusi Memutus Perkara PKPU Dapat Diajukan Upaya Hukum Kasasi Dengan Beberapa Ketentuan, Simak Penjelasannya!

Upaya hukum kasasi dalam PKPU hanya dapat diajukan apabila permohonan PKPU yang diajukan oleh kreditur dengan tawaran perdamaian dari debitur ditolak oleh kreditur.”

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa tidak dapatnya dilakukan upaya hukum terhadap Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah inkonstitusional. 

Ketentuan ini ditegaskan MK pasca pembacaan putusan perkara nomor 23/PUU-XIX/2021. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa pasal  Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU bertentangan dengan UUD 1945. 

Dalam putusannya, MK merincikan bahwa upaya hukum terhadap putusan PKPU adalah terbatas terhadap permohonan PKPU yang diajukan oleh kreditur dengan tawaran perdamaian dari debitur ditolak oleh kreditur. 

“Mahkamah berpendapat terhadap permohonan PKPU yang diajukan oleh kreditur dan tawaran perdamaian dari debitur ditolak oleh kreditur diperlukan adanya upaya hukum,” ujar Suhartoyo membacakan pertimbangan hukum putusan yang diajukan oleh PT. Sarana Yeoman Sembada yang diwakili oleh Sanglong alias Samad selaku Direktur Utama.

Walaupun begitu, MK juga menanggapi bahwa terhadap permohonan PKPU yang diajukan oleh kreditur dimana tawaran perdamaian debitur diterima oleh kreditur, maka hal tersebut tidak ada relevansinya lagi untuk dilakukan upaya hukum. 

Dengan demikian maka upaya hukum kasasi pada putusan PKPU hanya berlaku pada permohonan PKPU yang diajukan oleh kreditur dan tawaran perdamaian dari debitur ditolak oleh kreditur.

MK berpandangan bahwa dunia usaha memiliki urgensitas yang tinggi keberadaanya bagi perekonomian, sehingga diperlukan satu kesempatan dan terkait dengan upaya hukum dengan alasan karena adanya kemungkinan kesalahan dalam penerapan hukum oleh hakim di tingkat bawah.

Dalam Putusan Nomor 23/PUU-XIX/2021 ini, MK memiliki condong mengembalikan eksistensi upaya hukum PKPU terhadap tujuan PKPU itu sendiri, yaitu agar tercapainya perdamaian antara para kreditur dan debitur. 

Dengan paradigma ini, MK juga memutus bahwa setelah adanya upaya hukum kasasi terhadap permohonan PKPU yang diajukan oleh kreditur yang tawaran perdamaian debitur diterima oleh kreditur, maka tidak dibuka upaya peninjauan kembali. 

Hal ini dikarenakan jika dibukanya upaya hukum peninjauan kembali, maka dapat terjadi pembengkakan perkara di Mahkamah Agung. Hal ini dianggap tidak sejalan dengan sifat perkara PKPU yaitu berdimensi “cepat” atau speedy trial.

Dengan demikian, MK mengatakan bahwa agar Mahkamah Agung (MA) secepatnya membuat regulasi berkaitan dengan tata cara pengajuan upaya hukum kasasi terhadap putusan PKPU yang diajukan oleh kreditur di mana tawaran perdamaian dari debitur telah ditolak oleh kreditur.

Latar belakang Putusan MK

Perkara Nomor 23/PUU-XIX/2021 dimohonkan oleh PT. Sarana Yeoman Sembada yang diwakili oleh Sanglong alias Samad selaku Direktur Utama. Dalam legal standing-nya, pemohon mendalilkan bahwa eksistensi pasal Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU merugikan pemohon. 

Pemohon menguraikan bahwa pemohon telah menjalani 3 kali penolakan permohonan PKPU oleh pihak dan alat bukti yang sama. Namun, dalam permohonan PKPU ke-4 dengan pihak dan alat bukti yang sama, pengadilan niaga mengabulkan permohonan tersebut.

Pemohon merasa hak hukumnya telah dirampas dan dirugikan, dikarenakan ketentuan bunyi pasal tersebut. 

Padahal upaya hukum Kasasi dan PK merupakan suatu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa agar Putusan Pengadilan baik dalam tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun MA yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan pemeriksaan kembali kepada MA sebagai Lembaga Peradilan Tertinggi Negara. Tujuannya untuk memperbaiki kesalahan atau kekeliruan bila terjadi atas putusan Pengadilan di tingkat yang lebih rendah oleh Pengadilan yang lebih tinggi.

Sehingga Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, untuk itu dapat diajukan upaya hukum Kasasi dan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

AN

Dipromosikan