Masa Transisi KUHP Baru, Pemerintah Rancang “Buku Pintar”

Masa Transisi KUHP Baru, Pemerintah Rancang “Buku Pintar”
Image Source: Kemenkumham

Masa Transisi KUHP Baru, Pemerintah Rancang “Buku Pintar”

“Dokumen ini akan digunakan oleh pemerintah untuk mensosialisasikan KUHP baru guna salah satunya menyamakan persepsi antar institusi pemerintahan.”

Rabu, 22 Februari 2023, Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMH UI) menggelar acara seminar bertemakan “Urgensi Pengkajian Akademis KUHP Baru dalam Masa Transisi.”  Dalam acara yang digelar pada Balairung FH UI tersebut, para pemateri menjelaskan mengenai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 (UU No. 1/2023) yang berisikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.

Pemateri yang hadir tersebut yakni diantaranya Guru Besar Hukum Pidana FH UI  Harkristuti Harkrisnowo, Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani dan juga Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej.

Adapun dalam sesi tanya jawab acara tersebut, terdapat hal yang kemudian menarik perhatian para hadirin. Hal ini adalah ketika Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa FH UI Tahun 2023, Daniel Winarta, mempertanyakan mengenai upaya yang akan dilakukan pemerintah saat masa transisi dari KUHP lama.

Sebab, dalam KUHP baru dijelaskan bahwasanya undang-undang ini baru mulai berlaku paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat UU No. 1/2023 ditetapkan, atau yakni tahun 2026.

Menanggapi hal ini, Wamenkumham menjelaskan bahwasanya pemerintah akan berupaya untuk membuat suatu dokumen yang dinamakan sebagai “buku pintar.” Dokumen ini akan digunakan oleh pemerintah untuk mensosialisasikan KUHP baru ini guna salah satunya menyamakan persepsi antar institusi pemerintahan terhadap penafsiran pasal-pasal baru tersebut.

“Kami sedang berupaya menyusun sebuah buku pintar yang dapat digunakan oleh institusi pemerintahan, seperti halnya penegak hukum, sebagai acuan dalam menjalankan KUHP baru ini,” ujar Edward Omar Sharif Hiariej pada acara tersebut, Kamis (23/02/2023).

Sebagaimana diketahui, disahkannya KUHP baru ini oleh DPR RI memang sempat mengundang kontroversi di masyarakat. Kontroversi ini banyaknya mengenai pemaknaan dan interpretasi praktik dari pasal-pasal baru tersebut

Baca Juga: Pasal Perzinahan Baru KUHP Tuai Pro Kontra Hingga Dipertanyakan Urgensinya

Sebagai contoh, dalam diskursus tersebut Edward mengakui bahwa banyak masyarakat yang belum mengetahui pemaknaan dari “hukum yang hidup dalam masyarakat.” Hal ini berkaitan dengan Pasal 2 UU No. 1/2023.

“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini,” bunyi Pasal 2 ayat (1) UU No. 1/2023.

Edward menjelaskan bahwasanya dalam ketentuan tersebut sejatinya telah dijelaskan bahwa “hukum yang hidup dalam masyarakat” memiliki beberapa unsur, yakni:

  1. Hukum itu hidup dan tidak diatur;
  2. Tidak bertentangan dengan pancasila;
  3. Tidak bertentangan dengan UUD 1945;
  4. Tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia; dan
  5. Asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa.

Ketentuan dan penafsiran dari pasal seperti inilah yang bagi sebagian orang, menurut Edward, masih belum dapat untuk diartikan sebagaimana tujuan awalnya. Sehingga, buku pintar ini demikian menurut Edward akan menjadi salah satu solusi dari problematika interpretasi dari pasal-pasal baru tersebut.

 

AA

 

Dipromosikan