Memahami Unsur Pasal 1365 KUHPer, Dasar Gugatan Balik Meikarta terhadap Konsumen

Memahami Unsur Pasal 1365 KUHPer, Dasar Gugatan Balik Meikarta terhadap Konsumen
Image source: Detik Finance

Memahami Unsur Pasal 1365 KUHPer, Dasar Gugatan Balik Meikarta terhadap Konsumen

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut,” bunyi Pasal 1365 KUHPerdata

Baru-baru ini, terdapat kabar mengejutkan yang datang dari pengelola Apartemen Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU). Dilansir Kompas, pengelola ini menggugat balik 18 konsumennya secara perdata setelah para tergugat, yang mana tergabung dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM), melakukan aksi unjuk rasa untuk menuntut pengembalian dana atas unit apartemen yang dibelinya. 

Baca Selengkapnya: Meikarta Mangkir 3 kali Dari Panggilan DPR, Begini Akibatnya! 

PT MSU merasa bahwa para tergugat tersebut memberikan pernyataan dan tuduhan yang dinilai menyesatkan, tidak benar, dan bersifat provokatif yang mana merugikan perusahaan. Atas hal tersebut, PT MSU meminta para tergugat tersebut untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 56 miliar.

“Menghukum Para Tergugat untuk secara tanggung renteng mengganti kerugian sebagai berikut: Kerugian materiil akibat rangkaian Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat senilai Rp.44.100.000.000,- (empat puluh empat miliar seratus juta Rupiah). Kerugian immateriil akibat Perbuatan Melawan Hukum oleh Para Tergugat yaitu nilainya tidak kurang dari Rp.12.000.000.000,- (dua belas miliar Rupiah),” tulis petitum PT MSU dilansir SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (26/01/2023).

Sebagaimana diketahui dari gugatan tersebut, PT MSU mendasari tuntutannya dengan delik Perbuatan Melawan Hukum (PMH). 

Lantas, tahukah anda apa itu PMH?

Dalam hukum Indonesia, PMH diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Pada pasal tersebut, dijelaskan bahwa “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

Dikutip dari tulisan Rosa Agustina yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum” dijelaskan bahwa mengacu pada unsur pasalnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu PMH itu terjadi apabila terjadi kondisi yakni: 

  1. Harus ada perbuatan; 
  2. Perbuatan itu harus melawan hukum; 
  3. Ada kerugian; 
  4. Ada kesalahan; dan 
  5. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan dengan kerugian (kausalitas). 

Rosa secara lebih lanjut menjelaskan yang dimaksud “harus ada perbuatan” disini dapat diartikan sebagai suatu perbuatan aktif maupun pasif.

Perbuatan aktif adalah suatu perbuatan yang secara intensional dilakukan atau dengan kata lain sengaja dilakukan, sedangkan perbuatan pasif adalah perbuatan yang karena kelalaiannya mengakibatkan terjadinya suatu hal.

Kemudian, yang dimaksud “perbuatan itu harus melawan hukum” menurut Rosa dapat diartikan bahwa perbuatan itu melanggar undang-undang, mengakibatkan kerugian terhadap suatu pihak, dan harus ada kesalahan dari pihak yang melakukannya. 

Penafsiran akan unsur “perbuatan itu harus melawan hukum” juga dapat diartikan bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, dengan hak subjektif orang lain, dengan kesusilaan, dan/atau dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.

Berkaitan dengan “adanya kerugian”, Rosa mengartikan bahwa kerugian tersebut bersifat materiil (bersifat kebendaan) ataupun bersifat imateriil (bersifat tidak kebendaan). Berkaitan dengan “adanya kesalahan”, hal ini dapat diartikan sebagai kesalahan yang disengaja ataupun tidak disengaja. 

Terakhir, berkaitan dengan “adanya hubungan kausalitas”, maka hal ini diartikan sebagai adanya hubungan sebab musabab dari akibat yang terjadi dengan penyebab perbuatan yang melawan hukum tersebut.

Komentar Ketua Komunitas Konsumen Indonesia: Gugatan itu tidak berdasar

Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing menilai bahwa gugatan yang dilayangkan PT MSU ini tidak memiliki dasar hukum. Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini mengatakan bahwa hal ini disebabkan adanya kelemahan dalam sistem hukum Indonesia.

“Menurut saya gugatan itu tidak berdasar, namun disini kelemahan sistem peradilan kita. Setiap perusahaan bisa mengajukan gugatan, walaupun isinya tidak ada dasar hukumnya,” ujar David Tobing dilansir Katadata.co.id, Kamis (26/01/2023).

Menurutnya, konsumen memiliki hak untuk dilindungi, terlebih dalam kasus Meikarta ini. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999) dimana menurut David negara akan condong melindungi konsumen.

Pertentangan serupa juga disampaikan oleh Koordinator Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Larsi. Dilansir Kompas, ia menyesalkan langkah pengembang Meikarta yang menggugat konsumennya ke pengadilan. 

Larsi menilai, seharusnya PT MSU mendengarkan terlebih dahulu keluhan konsumennya, bukan malah langsung menanggapi tuntutan konsumen dengan menggugat ke pengadilan. “Jadi tidak bisa diberangus dengan cara digugat balik, gugat balik itu kan artinya suara konsumen itu dibelenggu, dikebiri oleh perusahaan yang tidak siap untuk maju (mendengarkan keluhan),” jelas Larsi dilansir Kompas, Kamis, (26/01/2023).

AA

Dipromosikan