Meta: Pekerja WFO Lebih Baik dari Pekerja WFH, Benarkah?

Meta: Pekerja WFO Lebih Baik dari Pekerja WFH, Benarkah?
Image Source: ABC News

Meta: Pekerja WFO Lebih Baik dari Pekerja WFH, Benarkah?

“Seiring menurunnya kasus Covid-19 di Indonesia, memang banyak perusahaan telah kembali menerapkan kebijakan skema kerja tatap muka. Namun, tidak sedikit pula pekerja yang keberatan dengan hal ini.”

Remote work atau bekerja secara jarak jauh merupakan skema kerja yang tidak lagi awam pasca pandemi Covid-19 ini melanda Indonesia. Banyak pekerja, terutama yang bekerja di sektor teknologi, bekerja menggunakan skema ini untuk mencegah penularan Covid-19.

Setelah lewatnya masa krisis Covid-19 ini di Indonesia, nyatanya skema remote work ini masih digunakan oleh beberapa perusahaan. Banyak yang melihat bahwasanya skema kerja ini dapat meningkatkan efisiensi perusahaan.

Kendati demikian, nyatanya perusahaan teknologi Meta menemukan data bahwasanya pekerja yang bekerja secara WFO memiliki kinerja yang lebih baik daripada mereka yang bekerja secara remote. Dilansir TechCrunch, hal ini dikemukakan dalam memo yang Ia kirimkan kepada 10 ribu pekerjanya yang dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 

Baca Juga: Bukan Kali Pertama, GOTO Kembali PHK 600 Karyawan

“Mark Zuckerberg, co-founder dan CEO dari induk Facebook Meta, telah menunjuk pada analisis data internal yang menunjukkan bahwa insinyur yang awalnya bergabung dengan perusahaan dalam kapasitas tatap muka berkinerja lebih baik daripada mereka yang bergabung dari jarak jauh sejak awal,” tulis Reuters, Rabu (15/03/2023).

Selain itu, analisis tersebut juga menemukan bahwasanya pekerja yang lebih muda memiliki performa yang lebih baik ketika mereka bekerja secara tatap muka bersama rekannya, setidaknya tiga hari setiap minggu. Hal inilah juga yang kemudian membuat Meta belakangan ini mulai menyeringkan para pegawainya untuk masuk ke kantor secara tatap muka.

Petisi WFH di Indonesia

Seiring menurunnya kasus Covid-19 di Indonesia, memang banyak perusahaan telah kembali menerapkan kebijakan skema kerja tatap muka. Namun, tidak sedikit pula pekerja yang keberatan dengan hal ini.

Contohnya, beberapa bulan lalu timbul petisi di platform Change.org untuk mengembalikan skema kerja Work-From-Home (WFH) di DKI Jakarta. Dilansir Media Indonesia, petisi ini digagas oleh Riwaty Sidabutar dan telah berhasil mendapatkan 21 ribu tanda tangan.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum KADIN DKI Jakarta, Diana Dewi mengatakan bahwasanya kendala yang dialami oleh perusahaan untuk menetapkan kebijakan kembali WFH ini adalah kekosongan kebijakan. Dilansir Media Indonesia, Ia mengatakan belum ada kebijakan yang mengatur tentang pelaksanaan WFH dan apa saja hak-hak yang diperoleh pekerja.

Selain itu, tidak ada pula pengaturan mengenai batasan dari kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan dan para pekerja dalam skema WFH. Sehingga, hal inilah yang kemudian menjadi hambatan penerapan skema kerja ini. 

Merespons tanggapa ini, Kepala Bidang Hubungan Industrial & Kesejahteraan Pekerja, Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi & Energi DKI Jakarta Purnomo, mengembalikan keputusan pemberlakuan kembali WFH / WFO kepada perusahaan. Dikutip dari Media Indonesia, menurutnya, ada lembaga bipartit dimana antara pekerja/buruh atau serikat pekerja bisa berunding dengan perusahaan, untuk menentukan sektor mana yang bisa WFH dan tidak.

AA

 

Dipromosikan