OJK Cabut Izin Usaha Kresna Life, Bagaimana Nasib Nasabah?

OJK Cabut Izin Usaha Kresna Life, Bagaimana Nasib Nasabah?
Image Source: theiconomics.com

OJK Cabut Izin Usaha Kresna Life, Bagaimana Nasib Nasabah?

Setelah mencabut izin usaha, OJK memerintahkan Kresna Life untuk menghentikan kegiatan usahanya dan segera menyelenggarakan RUPS dengan tujuan membubarkan badan hukum perusahaan.”

Jum’at (23/6/2023) kemarin, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mengumumkan pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life).

Sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia (23/6/2023), Kepala Eksekutif Pegawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Ogi Prastomiyono mengungkapkan bahwa pencabutan izin usaha tersebut dilakukan karena sampai batas akhir, rasio solvabilitas Risk Based Capital (RBC) Kresna Life tidak memenuhi ketentuan minimum yang disyaratkan sesuai aturan yang berlaku. 

Baca Juga: Geram, OJK Minta Kresna Life Suntik Modal di Atas Rp1 Triliun

RBC tersebut merujuk pada kemampuan membayar kewajiban jangka panjang perusahaan asuransi, termasuk klaim.

Selain itu, menurut pernyataan Ogi, bahwa sampai batas waktu yang ditetapkan, Kresna Life tidak mampu membuktikan komitmen penanaman modal dari pemegang saham pengendali ke rekening escrow.

OJK juga mengeluarkan perintah tertulis yang memerintahkan PT Duta Makmur Sejahtera (PT DMS) sebagai pengendali, serta beberapa pihak terkait seperti Michael Steven sebagai pemegang saham, Kurniadi Sastrawinata sebagai direktur utama, Antonius Indradi Sukiman sdan Henry Wongso sebagai direktur, untuk secara bersama-sama mengganti kerugian yang dialami oleh Kresna Life.

“Pelanggaran terhadap perintah tertulis memiliki dampak pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis dimaksud,” kata Ogi.

Adapun, melansir dari kontan.co.id (25/6/2023), setelah mencabut izin usaha, OJK memerintahkan Kresna Life untuk menghentikan kegiatan usahanya dan segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan tujuan membubarkan badan hukum perusahaan. 

OJK juga menginstruksikan pembentukan Tim Likuidasi dalam waktu maksimal 30 hari setelah pencabutan izin usaha Kresna Life. Namun, situasi ini menimbulkan ketidakpastian bagi nasabah terkait pembagian nilai aset.

Nasib Nasabah Kresna Life

Dikutip dari CNBC Indonesia, OJK mencatat bahwa terdapat klaim polis tertunda Kresna Life sebesar Rp5,2 triliun yang dibagi menjadi dua kategori pemegang polis, yaitu individu dan kelompok.

Pemegang polis individu memiliki jumlah yang paling banyak, dengan total sekitar 4.500 (empat ribu lima ratus) orang. Sedangkan, pemegang polis kelompok berjumlah sekitar 81 (delapan puluh satu) polis, namun pesertanya mencapai ribuan orang dengan jumlah klaim mencapai Rp20 miliar.

Sebagai hasilnya, Kresna Life memiliki kewajiban untuk membayar klaim sebesar Rp5,2 triliun kepada para pemegang polis. Namun, OJK menyimpulkan bahwa saat ini keuangan Kresna Life belum cukup untuk membayar klaim tersebut.

Sebelumnya, Kresna Life melakukan konversi utang polis nasabahnya menjadi subordinate loan (SOL) sebagai bagian dari Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang diajukan perusahaan kepada OJK Februari lalu.

Nasabah yang Menyetujui SOL

Sehubungan dengan itu, dilansir dari kontan.co.id, Benny Wullur, kuasa hukum nasabah Kresna Life, mengungkapkan bahwa nasabah yang telah menandatangani SOL atau surat pinjaman subordinasi akan menjadi kreditur preferen dan hal ini telah disepakati oleh AJK (Asuransi Jiwa Keluarga).

Baca Juga: Menilik ‘Subordinate Loan’, Strategi Bertahan Kresna Life

Namun, seorang nasabah bernama Santy berpendapat bahwa perjanjian SOL batal karena belum di akta notariskan, sehingga OJK tidak menganggapnya sah. Oleh karena itu, nasabah yang menandatangani SOL tetap dianggap sebagai kreditur preferen.

Santy kemudian berpendapat bahwa dengan adanya peringatan tertulis kepada Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan direksi untuk mengganti rugi, secara logika semakin rendah nilai kerugian, semakin kecil kewajiban ganti rugi.

Menurutnya, pengesahan perjanjian SOL dapat mengurangi nilai kerugian, dan hal ini akan menjadi kewenangan tim likuidasi yang ditunjuk oleh pemegang saham. 

Ia juga menyarankan pencekalan terhadap pihak-pihak yang diberi peringatan tertulis untuk memastikan kelancaran pemeriksaan dan penyelidikan. Jika AJK benar-benar serius untuk berhasil dengan SOL dan membutuhkan waktu tambahan, seharusnya AJK mengajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. 

Lebih lanjut Santy mengatakan bahwa jika dasarnya kuat, kemungkinan pengajuan tersebut dapat dikabulkan oleh pengadilan, sehingga dapat dilakukan perbaikan seperti yang dijanjikan. Yang terpenting adalah pihak yang berhutang wajib membayar, dan pihak regulator harus menjamin pengembalian dana kepada nasabah.

Penyelesaian Melalui PKPU

Setelah izin usaha Kresna Life dicabut, Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo berpendapat bahwa perusahaan memiliki kesempatan untuk mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (UU Kepailitan dan PKPU).

Berdasarkan ketentuan Pasal 222 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU, jika seorang debitur tidak mampu melanjutkan pembayaran utang-utang yang telah jatuh tempo, maka ia memiliki hak untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang. Hal ini umumnya disebut sebagai PKPU sukarela.

Untuk mengajukan permohonan PKPU secara sukarela, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, salah satunya debitur harus memiliki lebih dari satu kreditur, dan hutang-hutangnya sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, seperti yang terjadi dalam kasus ini.

Adapun, menurut Ivan, langkah PKPU ini merupakan solusi yang sederhana dan dalam batas waktu yang ditentukan oleh UU. Ia berharap agar OJK tidak menghalangi pemegang polis dalam mengajukan PKPU, mengingat Kresna Life bukan lagi perusahaan asuransi setelah dicabut izin usahanya. 

Selain itu, Ivan juga berharap OJK tidak menggunakan POJK Nomor 28/POJK.03/2015 Tahun 2015 Tentang Pembubaran, Likuidasi, Dan Kepailitan Perusahaan Asuransi sebagai mekanisme untuk membentuk tim likuidasi melalui RUPS. 

Sebab, kenyataannya para pemegang saham gagal melakukan penyuntikan modal yang diperlukan oleh perusahaan, terlebih lagi dirut perusahaan saat ini berstatus tersangka. 

Menurutnya, langkah OJK yang telah menggunakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang mengedepankan perlindungan konsumen dengan pendekatan restorative justice daripada pemidanaan sebagai upaya terakhir yang digunakan dalam kasus Wanaartha Life patut diapresiasi. 

Namun, Ivan menekankan perlunya menguji keputusan OJK yang memberikan izin kepada nasabah Kresna Life sebagai kreditur untuk mengajukan PKPU sesuai dengan UU Kepailitan dan PKPU serta undang-undang perasuransian.

Sebab, dalam kasus sebelumnya, OJK menghalangi proses PKPU untuk kasus AJB Bumiputera dan Wanaartha Life, yang mengakibatkan ketidakpastian hukum yang masih berlanjut hingga saat ini.

 

SS

Dipromosikan