Pajak Karbon Tak Semata Tambah Penerimaan Negara, Ini Tujuan Utamanya

Pajak Karbon Tak Semata Tambah Penerimaan Negara, Ini Tujuan Utamanya
Image Source by Kemenkeu

Pajak Karbon Tak Semata Tambah Penerimaan Negara, Ini Tujuan Utamanya

“Lebih dari sekadar menambah penerimaan negara, pajak karbon ditujukan untuk mencapai target net zero emission paling lambat di tahun 2060.”

Ketentuan pengenaan pajak karbon yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HHP) rupanya tak hanya bertujuan untuk menambah penerimaan negara. Lebih jauh lagi, pajak karbon ini diharapkan dapat menekan emisi gas buang hingga nol atau net zero emission (NZE).

Pajak karbon menjadi salah satu manifestasi pemerintah Indonesia dalam komitmennya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030 dan menuju NZE paling lambat di tahun 2060.

Disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, untuk mencapai target NZE, pengenaan pajak karbon ini tak bisa dilakukan secara tergesa-gesa.

“Banyak infrastruktur yang perlu disiapkan, mulai dari perhitungan karbon, siapa yang mencatat karbon, hingga proses verifikasi,” ucapnya usai menghadiri Konferensi Pers mengenai Nota Keuangan dan RUU APBN 2023 di Kantor DJP, Jakarta Selatan, Selasa (16/8/2022), dikutip dari bisnis.com.

Melihat hal tersebut, pajak karbon yang ditargetkan akan diterapkan per 1 Juli 2022 pun kembali ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Sebelumnya, target awal penerapan pajak karbon ialah 1 April 2022 yang ditunda menjadi 1 Juli 2022.

Baca Juga: Siap-Siap, Pajak Karbon Mulai Berlaku 1 Juli 2022 Mendatang

Padahal, mengacu pada penjelasan Pasal 13 ayat (3) UU HHP, tahun 2022 sampai tahun 2024 diproyeksikan menjadi tahun untuk menerapkan mekanisme pajak berdasar batas emisi (cap and tax) untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara.

Kendati demikian, Suahasil menjelaskan bahwa tak semua perusahaan yang mengeluarkan emisi karbon wajib membayar pajak karbon. Jika perusahaan bisa melakukan kompensasi dengan membeli kredit karbon dengan tuntas, maka perusahaan pun tak memiliki kewajiban untuk membayar pajak karbon.

Sebagai informasi, dilansir dari waste4change, karbon kredit bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca dan emisi karbon dioksida dari kegiatan industri dengan cara pembatasan emisi gas rumah kaca oleh pihak berwenang. Terdapat dua jenis karbon kredit yang biasa digunakan, yakni Voluntary Emission Reduction (VER) yang dibuat secara sukarela melalui proyek-proyek tertentu dan Certified Emissions Reduction (CER) yang dibuat berdasarkan payung hukum tertentu guna mengimbangi emisi proyek.

Di Indonesia, Skema Kredit Nusantara (SKN) yang menjadi salah satu mekanisme alternatif untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. SKN juga menyediakan kredit karbon yang bertujuan mengkompensasi emisi gas rumah kaca bagi pembeli atau pengguna. Hal ini tentunya dapat menjadi pertimbangan perusahaan agar tak dikenai pajak karbon di masa mendatang.

AZ

Dipromosikan