Pebisnis dan Pemimpin Negara Bersatu Berantas Perbudakan Modern

Lebih dari 30 perusahaan dan badan usaha yang akan bekerjasama membangun strategi dan kemitraan, untuk memberantas perbudakan modern.

Diskusi kondisi perbudakan modern di kawasan Indo-Pasifik. Tampak dari kiri ke kanan: Gordan Flake, Moderator; Dr Darian McBain, Global Director of Sustainability for Thai Union; Bill Anderson, Head of Environmental Affairs Asia-Pacific at Adidas Group; Anbinh Phan, Director of Government Affairs for Walmart; and Winston Cheng, President of International JD.com.

Kejahatan perbudakan modern yang selama ini terselubung dan sangat menguntungkan pihak yang salah akan segera diberantas secara nyata dengan solusi praktis berskala regional yang digerakkan oleh sektor bisnis dan pemerintah, sebagaimana dinyatakan para pemimpin bisnis dunia di Perth, Kamis (24/8).

Pada malam peresmian Bali Process Government and Business Forum, para pemimpin bisnis berkumpul di The University of Western Australia (UWA) untuk membahas tantangan kompleks perbudakan modern di wilayah Indo-Pasifik pada abad ke-21 ini. Melanjutkan pidato inti dari Menteri Luar Negeri Australia, Hon Julie Bishop MP, Pimpinan perwakilan bisnis Bali Process Government and Business Forum dari Australia, Andrew Forrest AO memandu sekelompok panelis untuk membahas sifat dasar dari kejahatan tersebut serta dampak dan responnya bagi sektor bisnis.

Kuliah berjudul Building ethical supply chains in Asia: how we can fight modern slavery and human trafficking tersebut diselenggarakan oleh Perth USAsia Centre, bekerja sama dengan Walk Free Foundation, UWA dan Rio Tinto. Adapun sederet nama yang menjadi panelis adalah Winston Cheng, President of International, JD.com; Dr Darian McBain, Global Director of Sustainability, Thai Union; William Anderson, Vice President, Social and Environmental Affairs, Adidas; dan Anbinh Phan, Director Global Government Affairs, Walmart.

Forrest menyatakan bahwa kerjasama kawasan dan lintas-sektor merupakan satu-satunya cara untuk menyusup jaringan kriminal yang menyebabkan puluhan juta jiwa menderita ini. “Ini tahun pertama diadakannya Bali Process Government and Business Forum, dan disini telah hadir lebih dari 30 perusahaan dan badan usaha yang akan bekerjasama membangun strategi dan kemitraan, untuk memberantas perbudakan modern. Belum pernah diadakan forum seperti ini sebelumnya,” ujarnya sebagaimana siaran pers yang diterima KlikLegal.

“Sebanyak dua per tiga dari 46 juta jiwa korban perbudakan modern berada di wilayah Indo-Pasifik. Praktik perbudakan modern yang menyedihkan ini mengancam Australia, mengingat sebagian besar rantai pasokan yang memproduksi barang yang kita beli dan konsumsi berasal dari kawasan ini,” tambah Forrest lagi.

Dr Eddy Sariaatmadja, pendiri Emtek Group and pimpinan perwakilan bisnis dari Indonesia untuk forum ini berbicara tentang perbudakan modern: “Isu ini melibatkan negara asal, negara transit, dan negara tujuan. Oleh karena itu, isu ini membutuhkan solusi regional, dimana Bali Process aktif berperan.” Pemimpin bisnis lainnya yang berpartisipasi termasuk: Winston Cheng (JD.com, Tiongkok); Naoto Ishizawa (Mitsui & C0, Jepang); Datuk Franki Anthony Dass (Sime Darby, Malaysia); Rob Fyfe (Icebreaker, Selandia Baru); Michael Chaney (Wesfarmers, Australia), dan SW Yoon (POSCO, Korea Selatan).

Setelah sebelumnya merupakan inisiatif antar-pemerintah kawasan Indo-Pasifik, Bali Process telah memperluas cakupan kerja dengan mengikutsertakan sektor swasta. Forum ini akan mempertemukan para Menteri-Menteri yag tergabung dalam Bali Process dan pemimpin senior dari sektor swasta dari seluruh kawasan Indo-Pasifik untuk bertukar pikiran terkait upaya untuk mencegah, melawan, dan mengakhiri perbudakan modern.

(RED)

Dipromosikan