Pembatasan Ekspor Segera Diberlakukan, Harga Sawit Turun Drastis Hingga 50 Persen

Pembatasan Ekspor Segera Diberlakukan, Harga Sawit Turun Drastis Hingga 50 Persen
Image Source by ddtc.co.id

Pembatasan Ekspor Segera Diberlakukan, Harga Sawit Turun Drastis Hingga 50 Persen

“Hari ini hasil laporan petani anggota SPI di berbagai daerah seperti Riau, Sumatera Utara, harga TBS sawit Rp1.700 sampai Rp2.000 per kg, sudah terkoreksi ada yang 30 persen, bahkan sampai 50 persen.”

Presiden Joko Widodo mengumumkan kebijakan untuk melarang sementara ekspor kelapa sawit dan juga minyak goreng per 28 April 2022.

Dengan adanya kebijakan ini, terdapat berbagai dampak yang dirasakan secara langsung pada pelaku usaha dan komoditas yang diperdagangkan, termasuk penurunan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Kejadian ini terjadi di Riau dan Sumatera Utara dengan penurunan 30 hingga 50 persen pada harga TBS.

“Hari ini hasil laporan petani anggota SPI di berbagai daerah seperti Riau, Sumatera Utara, harga TBS sawit Rp1.700 sampai Rp2.000 per kg, sudah terkoreksi ada yang 30 persen, bahkan sampai 50 persen,” kata Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih.

Henry mengatakan bahwa harga TBS kemungkinan akan turun jauh lebih dalam lagi karena hasil produksi dari para petani tidak dapat diekspor. Berdasarkan perhitungan Henry, produksi crude palm oil (CPO) bisa mencapai 46,89 juta ton. Namun, hal ini tidak diimbangi dengan konsumsi dalam negeri yang hanya 16,29 juta ton.

“Artinya terdapat 30 juta-an ton yang selama ini dialokasikan untuk diekspor,” lanjut Henry.

Henry mengatakan bahwa stok yang tidak terserap itu dapat menurunkan harga sawit dan berimplikasi kepada pendapatan petani. 

Oleh karena itu, Henry meminta kepada pemerintah untuk dapat mengeluarkan kebijakan turunan lain yang bisa menjamin harga sawit.

Henry mengatakan BUMN harus memiliki porsi yang besar pada industri sawit, termasuk produksi strategis seperti CPO dan bahan bakar minyak berbasis nabati. Hal ini akan mengurangi penguasaan swasta pada industri sawit seperti sekarang.

“Perkebunan sawit harus diurus oleh rakyat, didukung oleh pemerintah dan BUMN, bukan oleh korporasi,” tekannya.

Sekretaris Apkasindo Riau, Djono Albar Burhan, mengatakan bahwa harga sawit jauh lebih parah dibandingkan dengan kondisi pada Januari 2022 ketika adanya penerapan kewajiban domestic market obligation (DMO).

“Sebelum kisruh ini harga jual sawit yang diterima petani Rp3.500 per kg, sekarang lebih parah dibandingkan kemarin. Harga TBS sawit petani hari ini sudah di rentang Rp1.800-Rp2.100 per Kg, ini sudah turun hampir 50 persen,” ucap Djono.

Djono menilai kebijakan pelarangan ekspor ini merugikan petani sawit. Ia mengatakan bahwa beberapa pabrik sawit sudah menghentikan pembelian TBS sawit. Djono menjelaskan saat ini semua pabrik memang belum menghentikan pembelian sawit, tetapi apabila kondisi ini terus berlanjut maka akan ada indikasi semua pabrik sawit di Indonesia akan menghentikan pembelian TBS sawit tersebut.

“Kemungkinan akan semakin banyak pabrik menghentikan pembelian sawit petani karena alasan keterbatasan data tampung CPO terbatas. Jika kondisi ini terjadi akan hilanglah pendapatan petani sawit dan tentu berbahaya bagi perekonomian Indonesia dimana sektor sawit termasuk aktivitas perekonomian yang melibatkan masyarakat luas,” kata Djono

Sebagai informasi, kebijakan larangan ekspor ini diberlakukan untuk mencukupi ketersediaan minyak goreng dalam negeri. Keputusan ini disampaikan presiden setelah memimpin rapat mengenai ketersediaan minyak goreng untuk kebutuhan domestik.

 

FDW

Dipromosikan