Pemerintah Resmi Luncurkan OSS Berbasis Risiko

Pemerintah Resmi Luncurkan OSS Berbasis Risiko

Pemerintah Resmi Luncurkan OSS Berbasis Risiko

Setelah ditunda beberapa kali, OSS Berbasis Risiko akhirnya resmi diluncurkan. OSS Berbasis Risiko memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan OSS versi sebelumnya, guna meningkatkan kemudahan berusaha dan memperbaiki iklim investasi.

Pemerintah secara resmi meluncurkan Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko, Senin (09/08/2021), melalui konferensi pers virtual pada kanal Youtube Sekretariat Presiden, BKPM TV, dan OSS Indonesia.

OSS Berbasis Risiko sudah dapat diakses sejak Rabu (04/08/2021). OSS Berbasis Risiko awalnya dijadwalkan rilis pada 2 Juli 2021, namun ditunda karena sejumlah peraturan menteri terkait belum selesai diterbitkan.  Di lain sisi, OSS versi sebelumnya, yakni OSS 1.1 diberhentikan pengoperasiannya sejak 30 Juli 2021 pukul 18.00 WIB.

Peluncuran OSS Berbasis Risiko menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Dengan peluncuran OSS Berbasis Risiko, diharapkan iklim investasi dan iklim usaha di Indonesia semakin baik. “Kita ingin iklim usaha di negara kita semakin kondusif, memudahkan usaha kecil, mikro, dan menengah untuk memulai usaha, serta meningkatkan kepercayaan investor,” ujar Presiden Joko Widodo.

Presiden Joko Widodo menambahkan, “Dalam laporan Bank Dunia tahun 2020, negara kita masuk peringkat ke-73 dari 190 negara, dalam kemudahan berusaha atau ease of doing business. Itu artinya sudah masuk kategori mudah. Tapi, kategori itu belum cukup. Kita harus mampu meningkatkan lagi, dari mudah menjadi sangat mudah, itu target kita. Kuncinya ada di reformasi perizinan, perizinan berusaha yang terintegrasi, cepat, dan sederhana. Menjadi instrumen daya saing kita untuk menarik investasi.”

Perizinan Dibedakan Berdasarkan Tingkat Risiko dan Skala Usaha

Dalam OSS Berbasis Risiko, jenis perizinan akan disesuaikan dengan tingkat risiko kegiatan usaha. Perizinan antara UMKM dan usaha besar tidaklah sama. Menurut Presiden Joko Widodo, hal ini akan membuat iklim kemudahan berusaha di Indonesia semakin baik.

Kegiatan usaha dibedakan dari tingkat risikonya, menjadi kegiatan usaha berisiko rendah, kegiatan usaha berisiko menengah, dan kegiatan usaha berisiko tinggi. Adapun, kegiatan usaha berisiko menengah, dibagi lagi menjadi menengah rendah dan menengah tinggi.

Perizinan bagi pelaku usaha dengan kegiatan usaha berisiko rendah, cukup berupa Nomor Izin Berusaha (NIB). Sementara, bagi yang berkegiatan usaha berisiko menengah, perizinan berupa NIB dan Sertifikat Standar.

Namun, ada perbedaan Sertifikat Standar bagi kegiatan usaha yang berisiko menengah rendah dan menengah tinggi. Bagi kegiatan usaha berisiko menengah rendah, Sertifikat Standar berupa pernyataan pelaku usaha untuk memenuhi standar usaha. Sedangkan, bagi yang berisiko menengah tinggi, Sertifikat Standar berupa sertifikat yang diterbitkan pemerintah pusat atau pemerintah daerah, didasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha oleh pelaku usaha.

Bagi pelaku usaha dengan kegiatan usaha berisiko tinggi, wajib mengantongi izin berupa NIB dan izin pelaksanaan kegiatan usaha, yang disetujui pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Lebih Terintegrasi

Dalam penyelenggaraan OSS Berbasis Risiko, digunakan acuan tunggal bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku usaha berupa Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) perizinan berusaha berbasis risiko dalam OSS. NSPK ditetapkan pemerintah pusat, tepatnya menteri yang disesuaikan dengan sektor usaha tertentu.

Presiden Joko Widodo menegaskan, layanan OSS Berbasis Risiko tidak untuk “mengebiri” atau mengambil alih kewenangan daerah. Kewenangan menerbitkan izin usaha masih dimiliki kepala daerah, meskipun dalam proses pemberian izin menggunakan sistem terintegrasi yang dibuat pemerintah pusat, yakni OSS Berbasis Risiko ini.

Layanan OSS Berbasis Risiko memberikan standar pelayanan bagi semua tingkatan pemerintah yang mengeluarkan izin, baik di tingkat pusat maupun daerah. Agar tanggung jawabnya semakin jelas dan layanannya semakin sinergis, tambah Presiden Joko Widodo.

Menteri Investasi Indonesia, sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia juga menyinggung mengenai berlakunya konsepsi fiktif positif dalam penyelenggaraan OSS Berbasis Risiko. Ia mengatakan, “Jadi kalau (berdasarkan) NSPK, waktunya contoh 20 hari, syaratnya sudah terpenuhi, kemudian kepala daerah tersebut tidak mengeluarkan izinnya, maka kita mempergunakan apa yang disebut dengan fiktif positif di dalam PP Nomor 5 Tahun 2021.” Fiktif positif berarti, dalam hal OSS tidak memberikan perizinan hingga berakhirnya jangka waktu yang ditentukan, permohonan perizinan dianggap dikabulkan.

Konferensi pers virtual ini juga mengundang sejumlah pelaku usaha untuk memberikan testimoni penggunaan OSS Berbasis Risiko sejauh ini. “Hasilnya sangat cepat, hanya 5 (lima) menit, NIB saya langsung bisa terbit,” tutur Rayhan Christian Siego dari Jakarta Pusat. Pelaku usaha lainnya, Yusuf Sopian dari Karawang mengatakan, “Untuk layanan OSS yang baru ini, kalau review dari kami, ini lebih detail. Tidak sampai 10 (sepuluh) menit sudah langsung terbit NIB kami.”

 

AAB

Dipromosikan