Pengawasan oleh Inspektur Tambang Untuk Meminimalisir Angka Kecelakaan Kegiatan Usaha Pertambangan

Tolak ukur dari inspektur tambang ini adalah keberhasilan reklamasi dan keberhasilan dari nilai frekuensi kecelakaan tambang.

Sumber Foto: https://www.ap3i.or.id/

Dalam hal melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha pertambangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dibantu oleh tiga instrumen yaitu inspektur tambang, pejabat yang dipilih pemerintah dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS). (Baca Juga: Kementerian ESDM Akan Terus Melakukan Pengawasan Usaha Pertambangan).

Instruktur Tambang Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rifki Aristantyo menjelaskan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh seorang instruktur tambang mengacu pada peraturan yang berlaku di bidang pertambangan, dimana dalam pengawasan tersebut berada dalam komando dari kepala inspektur tambang yang diduduki oleh direktur teknik dan lingkungan.

“Jadi dalam pengawasan tersebut bersinkronisasi kepada kepala teknik tambang,” ujarnya dalam acara Diskusi PWYP Knowledge Forum bertema “Efektivitas Pengawasan dan Penegakan Hukum di Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara” Jakarta pada Selasa (29/8).

Rifki mengatakan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh inspektur tambang merupakan pengawasan terhadap kontrak kerja yang disetujui terhadap aspek teknis, konservasi, keselamatan, lingkungan dan teknologi. “Itu yang diawasi oleh inspektur tambang, di samping ia memiliki kewenangan secara administrasi,” ujarnya.

Seorang inspektur tambang, Rifki melanjutkan, dapat menghentikan sebagian atau pun seluruh kegiatan pertambangan apabila kegiatan tersebut dinilai dapat mengganggu keselamatan dan lingkungan. Hal yang menjadi tolak ukur dari pengawasan kegiatan pertambangan ini adalah statistik kecelakaan tambang.

Rifki menjelaskan bahwa yang dikatakan sebagai kecelakaan tambang apabila memenuhi lima unsur, yaitu pertama adalah bahwa kecelakaan tersebut benar-benar terjadi tanpa adanya rekayasa. Kedua, apabila dikarenakan dari kegiatan pekerjaan pertambangan itu sendiri. Kemudian ketiga, apabila menimpa orang yang memang sebelumnya telah diberikan izin oleh kepala teknik tambang sehingga ia termasuk dalam bagian pertambangan tersebut. “Keempat adalah pada jam kerja dan yang kelima apabila terjadi di wilayah atau lokasi pertambangan itu sendiri,” jelasnya.

Rifki menerangkan bahwa angka kecelakaan kegiatan usaha pertambangan pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 mengalami penurunan yang cukup baik. “Jadi, dalam tolak ukur dari inspektur tambang ini ada dua, pertama adalah keberhasilan reklamasi dan yang kedua adalah keberhasilan dari nilai frekuensi kecelakaan tambang,” ujarnya.

(LY)

Dipromosikan