Pengusaha Ritel Protes, Pemerintah Belum Bayar Utang Minyak Goreng

Pengusaha Ritel Protes, Pemerintah Belum Juga Bayar Utang Minyak Goreng
Image Source: dindagkop.com

Pengusaha Ritel Protes, Pemerintah Belum Juga Bayar Utang Minyak Goreng

“Polemik utang rafaksi (pemotongan harga) minyak goreng pemerintah kian membuat pengusaha geram. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi hubungan antara pemerintah dan pelaku usaha.”

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey menyatakan kondisi menggantung tersebut berisiko menurunkan kondusifitas hubungan pemerintah dengan pelaku usaha. 

Melansir dari cnbcindonesia.com (18/7/2023), Roy mempertanyakan tujuan Kementerian Perdagangan (Kemendag) di balik tindakan tersebut.  

“Ada apa sebenarnya menahan yang menjadi hak daripada pelaku usaha (terkait persoalan pembayaran utang rafaksi minyak goreng)? Mau apa lagi sebenarnya?” tanya Roy. 

Roy kemudian menyatakan bahwa seharusnya pemerintah, dalam hal ini Kemendag, tidak menzalimi para pelaku usaha yang memang sudah seharusnya mendapatkan pembayaran rafaksi minyak goreng dari program satu harga pada 2022 lalu. 

“Mengapa ditahan dan mengapa dipersulit kalau bisa dipermudah semuanya, ini kan merupakan gambaran ketidakterbukaan dan ketidakhadiran negara di hadapan pelaku usaha ketika pelaku usaha diberikan tugas untuk menjalankan harga minyak goreng satu harga, memberi tugas tapi ketika kami menagih dan meminta penyelesaiannya, pemerintah tidak cepat, tidak transparan dan terbuka,” tambah Roy.

Pemerintah Tunda Pembayaran Utang Minyak Goreng 

Lebih lanjut, Roy menyampaikan bahwa pada awalnya pelaku usaha ritel telah menjalankan kebijakan yang pada saat itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (Permendag No.3/2022). 

Berdasarkan Pasal 7 Permendag No.3/2022, dinyatakan  bahwa pelaku usaha akan mendapatkan dana pembiayaan minyak goreng kemasan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS), dana dihitung berdasarkan selisih HAK dengan HET minyak goreng kemasan.

Baca Juga: Korupsi Migor, Wilmar dan 2 Perusahaan Lainnya Jadi Tersangka

Kendati demikian, sebagaimana dilansir dari bisnis.com (17/7/2023), biaya rafaksi tak kunjung dibayarkan dan proses pembayarannya mandek di Kemendag dengan berbagai dalih, mulai dari keabsahan peraturan hingga validitas hasil verifikasi data. 

Roy mengaku bingung kenapa sampai saat ini pihaknya sama sekali tidak pernah diberi kejelasan. Bahkan setelah hasil audit dari surveyor PT Sucofindo dan Legal Opinion dari Kejaksaan Agung sudah keluar. 

Pelaku Usaha Pantang Menyerah Mendapatkan Haknya Kembali

Kemudian, Roy membeberkan lambatnya pemerintah dalam menunaikan kewajibannya, karena dikhawatirkan menimbulkan gerakan sporadis para pelaku usaha ritel untuk melakukan protes.

“Korporasi ritel itu bisa saja mengurangi pembelian bahkan penghentian pembelian karena merasa uangnya belum dikembalikan,” papar Roy. 

Pelaku usaha tidak akan pernah menyerah dan tidak akan pernah takut dalam memperjuangkan haknya mendapatkan penyelesaian pembayaran rafaksi minyak goreng. 

“Kami pantang menyerah untuk hal ini perjuangan terhadap uang kami yang harus dikembalikan oleh pemerintah melalui dasar perhitungan yang sudah diselesaikan,” tandas Roy. 

Terkait dengan wacana aksi mogok goreng di ritel modern, Roy menyampaikan bahwa pihaknya bukanlah serikat buruh, melainkan para pelaku usaha. Jadi, perjuangan yang dilakukan bukan dengan cara seperti itu.

Perlu diketahui, Sucofindo selaku surveyor yang ditunjuk oleh Kemendag menyatakan bahwa utang rafaksi pemerintah terhadap pelaku usaha minyak goreng dan ritel sebesar Rp474 miliar. Sedangkan, tagihan yang diklaim oleh para pelaku usaha yaitu sebesar Rp812 miliar.

AP

Dipromosikan