Perketat Pengawasan Pajak, DJP Punya 2 “Senjata” Baru

 Perketat Pengawasan Pajak, DJP Punya 2 “Senjata” Baru
Image Source: pajakku.com

 Perketat Pengawasan Pajak, DJP Punya 2 “Senjata” Baru

“Selain itu, masih berkaitan dengan pengawasan kepatuhan pajak, DJP juga akan mengadopsi Core Tax Administration System (CTAS) sebagai senjata baru lainnya untuk meningkatkan kepatuhan pajak.”

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah menyiapkan dua “senjata” baru untuk memperketat pengawasan kepatuhan wajib pajak.

Senjata pertama dikhususkan bagi wajib pajak grup dan individu dengan kekayaan tinggi, yang sering disebut sebagai High Net Worth Individual (HNWI).

Baca Juga: Menkeu Perbarui Aturan Teknis Tagih Utang Pajak Lintas Negara

Terkait hal ini, dilansir dari bisnis.com (26/6/2023), Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, mengumumkan pembentukan sebuah komite (task force) kepatuhan yang bertujuan untuk mengawasi wajib pajak grup dan HNWI secara lebih terarah. 

“Kami membentuk task force untuk pengawasan wajib pajak grup dan HNWI yang biasanya merupakan bagian dari grup, dan ini yang kami coba dudukan dalam program kerja komite kepatuhan yang kami mulai tahun ini,” ujar Suryo, sebagaimana dikutip dari bisnis.com.

Lebih lanjut, Suryo menyatakan bahwa komite ini akan menjadi senjata bagi DJP untuk melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, dan penegakan hukum terhadap wajib pajak grup dan HNWI. 

Selain itu, masih berkaitan dengan pengawasan kepatuhan pajak, DJP juga akan mengadopsi Core Tax Administration System (CTAS) sebagai senjata baru lainnya untuk meningkatkan kepatuhan pajak. 

Sebagaimana dilansir dari bisnis.com (26/6/2023), sistem ini direncanakan akan diimplementasikan pada tahun 2024.

CTAS merupakan sebuah sistem teknologi informasi yang akan membantu dalam otomatisasi proses bisnis di DJP, termasuk dalam hal pemrosesan surat pemberitahuan, dokumen perpajakan, pembayaran pajak, dan penagihan.

DJP akan menggunakan CTAS untuk meningkatkan penerimaan perpajakan dan rasio pajak pada tahun 2024. Target rasio pajak saat ini adalah 9,92-10,2 persen dari PDB, meningkat dari target sebelumnya yaitu 9,91-10,18 persen.

Pengawasan Pajak Terhadap High Net Worth Individual

Dikutip dari pajakku.com, High Net Worth Individual merujuk kepada orang pribadi atau keluarga yang memiliki aset likuid di atas angka tertentu, yaitu sebesar 1 juta USD atau setara dengan sekitar Rp14 miliar. Aset ini tidak termasuk aset pribadi dan properti seperti tempat tinggal utama dan barang koleksi pribadi.

Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU No.7/2021), yang disebut sebagai HNWI atau kategori “crazy rich” di Indonesia ialah masyarakat dengan penghasilan per tahun lebih dari Rp5 miliar.

Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak tersebut ialah sebesar 35 persen, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a UU No.7/2021.

Dalam hubungannya dengan pembentukan komite, Surat Edaran Nomor SE-05/PJ/2022 Tahun 2022 tentang Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak (SE No. SE-05/PJ/2022) menjelaskan bahwa fungsi komite kepatuhan adalah merencanakan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan peningkatan kepatuhan wajib pajak di tingkat nasional.

Pembentukan komite ini pun bukan tanpa alasan. Pasalnya, sebagaimana dilaporkan oleh kontan.co.id (15/1/2023), Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menyoroti masih rendahnya tingkat kepatuhan pajak orang-orang dengan profil ekonomi alias HNWI.

Dalam hal ini, berdasarkan SE No. SE-05/PJ/2022, Komite Kepatuhan memiliki tugas utama dalam menyusun Daftar Prioritas Pengawasan (DPP). 

Penentuan wajib pajak yang masuk dalam DPP dilakukan dengan mengacu pada status wajib pajak strategis dan wajib pajak lainnya dalam sistem Compliance Risk Management (CRM). 

Selanjutnya, CRM berperan sebagai alat pemetaan terhadap wajib pajak yang memiliki risiko tinggi dalam hal ketidakpatuhan, berdasarkan kegiatan pengawasan, pemeriksaan, dan Laporan Hasil Analisis (LHA) mengenai kepatuhan yang signifikan dari Kantor Pusat DJP dan Kantor Wilayah (Kanwil) DJP.

Pemberlakuan Core Tax Administration System 

Pemberlakuan Core Tax Administration System atau CTAS telah diatur sebelumnya dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan (Perpres No.40/2018).

Berangkat dari Pasal 2 Perpres No.40/2018, tujuan dari CTAS secara internal adalah untuk mewujudkan institusi perpajakan yang kuat, kredibel dan akuntabel yang mempunyai proses bisnis yang efektif dan efisien serta membangun sinergi yang optimal antar lembaga.

Sementara itu, tujuan CTAS bagi hajat orang banyak adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan meningkatkan penerimaan negara.

Suryo, selaku Dirjen Pajak, sebagaimana dilansir dari bisnis.com (12/6/2023), memastikan bahwa implementasi CTAS akan dilakukan pada tahun 2024. 

Menurut keterangannya, saat ini sistem tersebut sedang dalam tahap finalisasi dan terus dilakukan perbaikan dan pengembangan, baik dari segi sumber daya manusia, organisasi, maupun regulasi.

Suryo menambahkan bahwa implementasi CTAS tidak hanya bertujuan untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum berdasarkan data dan risiko, tetapi juga untuk mempermudah pelayanan pajak. 

Selaras dengan hal itu, dikutip dari pajak.com, sejak April lalu, DJP terus melakukan uji coba integrasi sistem dengan menggabungkan 21 proses bisnis ke dalam satu sistem yang sama agar saling terintegrasi.

Proses bisnis sebagaimana dimaksud akan berubah dari manual menjadi otomatis berbasis teknologi, seperti pengelolaan Surat Pemberitahuan (SPT), Document Management System (DMS), layanan wajib pajak, layanan penilaian, pengawasan, ekstensifikasi, penagihan pajak, penyidikan, keberatan, hingga banding.

Dengan adanya perbaruan sistem pajak melalui CTAS, penggunaan perekaman administrasi pajak secara manual atau pemeriksaan oleh manusia akan berkurang. Oleh karena itu, ke depannya masyarakat dapat menyelesaikan proses bisnis pajak secara cepat dan praktis melalui perangkat gawai.

 

SS

Dipromosikan