Perpres Beneficial Ownership Diharapkan Dapat Mencegah Risiko-Risiko Ekonomi

Aturan Beneficial Ownership di Indonesia yang ada saat ini masih tersebar di berbagai sektor.

Ilustrasi. Sumber Foto: http://blog.prodware.es/

Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah menilai rencana pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Beneficial Ownership (BO) atau pemilik manfaat sebenarnya sebagai langkah yang baik.

Menurut Maryati, draft Perpres yang sedang diajukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) ini sekaligus dapat mendorong pencegahan korupsi serta resiko-resiko kegiatan ekonomi mulai dari bidang keuangan, aktivitas yang berkaitan dengan korporasi, juga pasar modal. “Bisa juga untuk melihat persiapan kita dalam kerja sama pertukaran informasi perpajakan,” ujarnya kepada KlikLegal, Selasa (17/10). (Baca Juga: Otoritas Pajak Minta Definisi Beneficial Owner di Korporasi Diperjelas).

Maryati menilai Perpres tersebut dapat mendorong bagaimana suatu perusahaan dapat membuka serta mendiskusikan siapa BO dari perusahaan tersebut atas inisiatifnya sendiri. Lebih lanjut lagi, Maryati juga mengatakan bahwa mengenai aturan tersebut nantinya akan ada turunannya di masing-masing sektor. “Sektor keuangan atau sektor pasar modal dan macam-macam nanti ada turunan sendiri,” ujarnya.

Lebih lanjut, Maryati mengatakan bahwa tujuan PPATK mengajukan draft Perpres ini adalah untuk mencegah aktivitas pencucian uang, kemudian aktivitas yang mengarah pada tindak pidana korupsi. “Ini juga bagian dari komitmen kita untuk beberapa kerja sama di sektor keuangan dan perpajakan di global maupun kerja sama di sektor anti korupsi,” jelasnya. (Baca Juga: Perpres Beneficial Ownership Diharapkan Dapat Membantu PPATK untuk Penelusuran Aliran Dana).

Apabila melihat lebih jauh lagi, inisiatif untuk mengeluarkan Perpres ini menurut Maryati menjadi hal yang bagus sehingga perlu didorong agar nantinya implementasi dari Perpres ini dapat berjalan maksimal. “Level korupsi kita kan masih menantang ya, cukup challenging, kemudian level dari sisi kegiatan ekonomi kita kan cukup emerging, jadi memang upaya-upaya seperti itu harus didorong,” ujarnya.

Maryati menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan aturan mengenai BO. Hal ini dikarenakan aturan mengenai BO di Indonesia masih multisektor, terpecah dalam berbagai sektor sehingga menimbulkan kesan bergerak sendiri-sendiri. Akan tetapi pada kenyataanya, BO sebenarnya menyasar satu subjek yang sama, yaitu perusahaan atau korporasi. “Maka mengapa aturan tersebut tidak disatukan? Karena yang dibutuhkan Indonesia itu sebenarnya center institution yang mengintegrasikan informasi BO itu. Itulah kenapa kita butuh regulasi,” ujarnya. (Baca Juga: Menelisik Peran Notaris Terkait Beneficial Ownership).

Maryati berharap aturan mengenai BO ini dapat digodok serta dimatangkan terlebih dahulu, khususnya dalam berbagai institusi. Hal demikian disampaikannya agar aturan mengenai BO yang nantinya diberlakukan dapat berjalan efektif dan maksimal. “Agar menjadi regulasi yang baik, maka aturan ini harus dapat efektif dijalankan terus dan berdampak pada pencegahan yang tadi telah saya sebutkan,” jelasnya.

(LY)

Dipromosikan