PPATK Blokir 242 Rekening Judi Online Senilai Rp155 Triliun, Ini Ketentuan Hukumnya

PPATK Blokir 242 Rekening Judi Online Senilai Rp155 Triliun, Ini Ketentuan Hukumnya
Image Source by cnnindonesia.com

PPATK Blokir 242 Rekening Judi Online Senilai Rp155 Triliun, Ini Ketentuan Hukumnya

“Setelah melakukan analisis dari laporan yang diajukan oleh warga, PPATK memantau aliran dana judi online yang dananya mencapai Rp 155 triliun.”  

Dari pemantauan yang dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), diketahui selama periode Agustus hingga September 2022 terdapat ratusan rekening yang diduga berkaitan dengan aktivitas judi baik judi konvensional maupun judi online. Pemantauan tersebut dilakukan sebagai respon dari PPATK atas berbagai laporan yang diadukan oleh masyarakat baik kepada PPATK maupun kepada kepolisian. 

“PPATK juga telah melakukan penghentian sementara transaksi terhadap 242 rekening karena diindikasikan ada kaitannya dengan aktivitas judi, khusus untuk periode Agustus hingga September 2022 PPATK telah menyampaikan Hasil Analisis terkait perjudian kepada Kepolisian, dengan rincian 21 Hasil Analisis Proaktif dan 16 Hasil Analisis Reaktif berdasarkan permintaan Kepolisian,” ucap Ivan Yustiavandana selaku Kepala PPATK dilansir dari laman Merdeka.com (02/10/2022).

Jika melihat analisis laporan dari tahun 2017, maka transaksi judi online setiap tahunnya mengalami peningkatan dengan jumlah total transaksi senilai Rp 155 triliun. PPATK menjelaskan bahwa salah satu penyebab dari peningkatan transaksi judi online ialah adanya kemajuan teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku untuk dapat melangsungkan aksinya dan untuk menjauhkan hasil judi online-nya agar tidak dapat terendus.

Di Indonesia, ketentuan mengenai judi online diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Secara lebih spesifik, aturan mengenai judi online diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE yang tertulis bahwa:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.”

Jika terdapat orang yang diketahui memenuhi unsur Pasal 27 ayat (2) UU ITE di atas atau terlibat dalam judi online maka berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (1) UU ITE, orang tersebut dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Sebelum adanya ketentuan dalam UU ITE, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur terlebih dahulu mengenai larangan adanya judi. Dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP, seseorang dilarang untuk menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi. Dengan demikian, baik judi konvensional ataupun judi online termasuk ke dalam ketentuan Pasal 303 ayat (1) KUHP. Berbeda dengan UU ITE, KUHP memberikan denda paling banyak Rp 25 juta dan/atau pidana penjara paling lama 10 tahun.

Dengan adanya perbedaan ketentuan sanksi antara KUHP dan UU ITE, lalu mana yang dapat menjadi landasan hukum bagi kegiatan judi online?

Sekar Ayu Primandani, Partner dari BP Lawyers Counselors at Law, menjelaskan bahwa baik KUHP dan UU ITE keduanya tetap menjadi dasar hukum yang harus diperhatikan terkait ketentuan-ketentuan judi online.

“Keduanya tetap digunakan baik UU ITE maupun KUHP. ‘Online’ itu cenderung ke tindakannya dilakukan secara online dan tindakan tersebut tidak menghapus tindakan judi yang dilakukan dan sampai saat ini masih terdapat kejadian judi bukan online,” tutur Sekar dalam wawancara dengan KlikLegal (17/10/2022).

Lebih lanjut, Sekar menambahkan bahwa UU ITE hanya mencoba memfasilitasi dengan adanya perkembangan informasi dan teknologi menjadi lebih spesifik.

“Sehingga tetap harus melihat aturan baik KUHP maupun UU ITE dan [terlebih] UU ITE tidak mengesampingkan KUHP,” ucap Sekar.

FMJ

Dipromosikan