Proyek Tol Yogya-Solo Buat Rugi Warga, Bolehkah Demikian?

Proyek Tol Yogya-Solo Buat Rugi Warga, Bolehkah Demikian?
Image Source: Harianjogja.com

Proyek Tol Yogya-Solo Buat Rugi Warga, Bolehkah Demikian?

“Pembebasan tanah guna pembangunan proyek infrastruktur sudah selayaknya menerapkan prinsip kemanfaatan, kesepakatan, dan keadilan dalam proses ganti rugi terhadap masyarakat terdampak.”

Pembangunan jalan tol Yogyakarta-Solo kian dikebut pemerintah. Dilansir solopos.com (24/01/2023), pembangunan jalan bebas hambatan sepanjang 49,25 kilometer tersebut ditargetkan akan rampung pada pertengahan 2024. Saat ini, progres pembangunan jalan tol dikabarkan sedang dalam tahap pembebasan lahan, serta dilakukannya upaya pembayaran uang ganti kerugian (UGK) bagi masyarakat sekitar yang terdampak proyek pembangunan.

Di tengah proses pembayaran UGK, salah satu warga Desa Kahuman, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Setyo Subagyo, mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan. Dilansir kompas.com (13/03/2023), kediaman bertingkat miliknya yang berada di tengah proyek jalan tol Yogyakarta-Solo, tidak mendapatkan pembayaran UGK sesuai dengan yang ia harapkan.

“Pihak pengadilan sudah datang ke rumah saya, mereka menyampaikan pembayaran UGK nilainya tidak naik dan tidak kurang sesuai dengan keputusan awal. Saya mendapatkan UGK Rp3,5 miliar. Kalau mikir kerugian ya dari harga tanah saya sudah rugi. Tanah saya per meter normalnya Rp3 juta, tapi dibeli pemerintah hanya Rp2,5 juta. Ya mau gimana lagi,” ujar Setyo.

Setelah mendapatkan penjelasan perihal nominal pembayaran UGK, Setyo memilih untuk pasrah dan menerima uang tersebut dengan terpaksa. Dia juga mengatakan rumahnya yang terdampak pembangunan tol Yogyakarta-Solo tersebut memiliki luas 500 meter².

“Kalau begitu ya sudah lah, saya terima saja tapi dengan terpaksa. Maka saya minta kalimatnya ditambahi saya terima UGK dengan terpaksa,” tegasnya dilansir dari kompas.com (13/03/2023).

Kewajiban Pemerintah Penuhi UGK yang Sesuai

Berdasarkan peristiwa yang menimpa Setyo, ditemukan fakta bahwa terdapat ketidaksesuaian tindakan yang dilakukan pemerintah dalam pembayaran UGK pada proyek pembangunan jalan tol Yogyakarta-Solo.

Sebagai proyek pembangunan untuk kepentingan umum, pelaksanaan pembayaran UGK guna pengadaan tanah seharusnya konsisten berlandaskan pada asas kepastian, keadilan, dan kesepakatan sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (UU Pengadaan Tanah).

Di samping itu, apabila ditinjau lebih lanjut terkait mekanisme pelaksanaan pembayaran UGK. Berdasarkan Pasal 123 Angka 8 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perpu Cipta Kerja) yang menyisipkan Pasal 34 Ayat (5) UU Pengadaan Tanah, seharusnya peristiwa yang menimpa Setyo berupa UGK yang nominalnya tidak sesuai tidak terjadi. Hal demikian karena, pasal tersebut mendalilkan bahwa penetapan UGK dilaksanakan oleh ketua pelaksana pengadaan tanah dengan penilai serta para pihak yang berhak melalui musyawarah.

Prosedur Lanjutan apabila Musyawarah Tidak Sukses

Adapun apabila hasil musyawarah yang dilakukan oleh pelaksana pengadaan tanah serta para pihak yang berhak, mengalami kondisi ketidaksesuaian nominal UGK seperti yang dialami Setyo. Maka, berdasarkan Pasal 75 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (PP No. 19 Th 2021), terdapat serangkaian prosedur yang dapat dilakukan. Adapun prosedur dimaksud, antara lain:

  1. Apabila tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam jangka waktu paling lama 14 hari setelah ditandatanganinya berita acara hasil musyawarah;
  2. Apabila pasca diputuskannya bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian oleh Pengadilan Negeri (paling lama 30 hari), pihak yang berhak masih belum puas. Maka, dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung (paling lama 14 hari pasca putusan Pengadilan Negeri); dan
  3. Mahkamah Agung wajib memberikan keputusan dalam waktu paling lama 30 hari pasca permohonan kasasi diterima.

 

MIW

Dipromosikan