Ramai Utang Negara ke Jusuf Hamka, 8 Tahun Tak Dibayar?

Ramai Utang Negara ke Jusuf Hamka, 8 Tahun Tak Dibayar?
Image Source: Bloomberg Technoz

Ramai Utang Negara ke Jusuf Hamka, 8 Tahun Tak Dibayar?

Sri Mulyani mengatakan bahwa persoalan ini terkait dengan krisis 1998 di mana bank-bank dengan masalah likuiditas diambil alih oleh pemerintah melalui program BLBI.

Dalam beberapa hari terakhir, Jusuf Hamka, Bos PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi pusat perhatian karena terlibat dalam aksi saling tagih utang. 

Melansir dari Bisnis.com (8/6/2023), sekitar seminggu yang lalu, Jusuf Hamka meminta pemerintah untuk memenuhi janjinya dalam melunasi utang sebesar Rp800 miliar.

Utang tersebut tidak terkait dengan proyek infrastruktur yang dikelola oleh CMNP, melainkan merupakan deposito pribadi Jusuf Hamka di Bank Yakin Makmur (Bank Yama) pada masa krisis keuangan tahun 1998.

Dampak krisis keuangan pada saat itu menyebabkan banyak bank mengalami kebangkrutan karena masalah likuiditas yang terhambat. Sehingga, pemerintah meluncurkan program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk membantu pembayaran kepada para penyimpan deposito.

Kronologi Singkat

Pada kronologinya, sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia, tahun 2012 Jusuf menggugat pemerintah agar dibayarkan ganti rugi atas deposito yang belum dibayarkan. 

Pemerintah kalah dalam gugatan tersebut dan diharuskan membayar kewajiban kepada CMNP. Namun, hingga 2015, pembayaran belum dilakukan dan utang pemerintah meningkat menjadi sekitar Rp400 miliar dengan bunganya.

Pada pertemuan dengan Kementerian Keuangan, pemerintah meminta diskon atas kewajiban pembayaran. Jusuf setuju dan kewajiban yang harus dibayarkan pemerintah diturunkan menjadi sekitar Rp170 miliar dengan janji pemerintah akan membayar dalam waktu dua minggu setelah diadakannya perjanjian hari itu. 

Mengutip berita acara kesepakatan jumlah pembayaran berkop surat Kemenkeu yang dikutip dari CNBC Indonesia, tertulis bahwa MA telah memutuskan pada 15 Januari 2010, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu harus membayar deposito berjangka senilai Rp78,84 miliar dan giro Rp76,09 juta. 

Putusan hukum juga mengharuskan pemerintah membayar denda 2% (dua persen) setiap bulan dari total dana yang diminta oleh CMNP hingga pembayaran lunas dilakukan.

Namun, meskipun telah melalui berbagai upaya, utang tersebut belum juga dibayarkan hingga saat ini. Sehingga, Jusuf mengungkapkan kekecewaannya atas keterlambatan pembayaran tersebut.

“Tapi nggak dibayar sudah 8 tahun. Sudah dilempar sini, lempar sana, ya capek juga akhirnya saya enggak mau kalau sekarang cuma dibayar Rp170 miliar. Sudah hampir Rp800 miliar kalau ikut bunga, karena keputusan MA ada bunganya,” ucap Jusuf, sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia.

Tanggapan Pemerintah

Pernyataan Jusuf Hamka tentang utang tersebut menimbulkan komentar dari sejumlah pejabat, termasuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, serta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.

Dalam tanggapan resminya, Mahfud MD mengonfirmasi bahwa pemerintah memang memiliki utang yang belum dibayarkan kepada swasta dan rakyat, termasuk kemungkinan kepada perusahaan milik Jusuf Hamka, CMNP. 

Terkait hal ini, Presiden Jokowi telah menugaskan Mahfud untuk mengkoordinir pembayaran utang pemerintah kepada pihak swasta.

“Saya sampaikan bahwa benar Presiden telah menugaskan saya untuk mengkoordinir pembayaran utang pemerintah terhadap pihak swasta atau rakyat,” ujar Mahfud dalam keterangan pers melalui YouTube, Minggu (11/6/2023), sebagaimana dikutip dari Bisnis.com

Adapun, sebelumnya Kemenko Polhukam telah mengeluarkan Keputusan Menko Polhukam Nomor 63 Tahun 2022 pada 30 Juni 2022, keputusan tersebut berisi tentang peninjauan ulang dan penentuan pembayaran terhadap pihak-pihak yang memiliki piutang kepada pemerintah dan pemerintah kepada rakyat yang telah diwajibkan oleh pengadilan. 

Mahfud MD menyatakan bahwa tagihan utang dari Jusuf Hamka kemungkinan masuk dalam daftar utang yang sedang dianalisis. Sehingga, ia meminta Jusuf Hamka untuk menagih utangnya langsung kepada Kementerian Keuangan. 

“Silakan Pak Jusuf Hamka langsung ke Kemenkeu, nanti kalau perlu bantuan teknis saya bisa bantu misalnya dengan memo-memo atau surat yang diperlukan, tapi menurut saya gampang itu nggak perlu memo,” pungkasnya.

Respon Kemenkeu

Menanggapi persoalan yang terjadi, sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia, Kemenkeu mengatakan  bahwa permasalahan ini memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. 

Sri Mulyani, mengatakan bahwa persoalan ini terkait dengan krisis 1998 di mana bank-bank dengan masalah likuiditas diambil alih oleh pemerintah melalui program BLBI. 

Menurutnya, ada prinsip-prinsip mengenai afiliasi dan kewajiban dari pihak terafiliasi yang terlibat. Adapun, ia menambahkan bahwa CMNP, perusahaan milik Jusuf Hamka, terafiliasi dengan Bank Yama yang mendapat bantuan likuiditas saat krisis 1998. 

Karena tidak mendapatkan penjaminan pemerintah sesuai ketentuan, pengembalian dana deposito CMNP di Bank Yama tidak dapat dilakukan dan ditagihkan kepada pemerintah. 

Ia pun merincikan bahwa pada saat ini pengembalian hak tagih negara atas BLBI baru mencapai Rp30 triliun dari target Rp110 triliun.

Sebagaimana dilansir dari dpr.go.id, Satgas BLBI melakukan penagihan dana negara sebesar Rp110,4 triliun. Pasalnya, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas BLBI, masa tugas Satgas BLBI akan berakhir pada 31 Desember 2023. Sementara kerugian negara yang tertagih baru mencapai 25% (dua puluh lima persen) atau Rp27,8 triliun.

Oleh karena itu, Sri Mulyani enggan membayar kembali bank-bank yang justru telah diselamatkan oleh negara dengan skema bailout saat krisis 1998. 

Adapun, karena kompleksitas situasi yang ada, Kemenkeu berusaha untuk berhati-hati agar tidak terjadi penafsiran yang keliru dalam kasus ini.

 

SS

Dipromosikan