Resmi Diundangkan, Berikut Pembahasan Mengenai UU HPP

Resmi Diundangkan, Berikut Pembahasan Mengenai UU HPP
Image Source : cnnindonesia.com

Resmi Diundangkan, Berikut Pembahasan Mengenai UU HPP

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, resmi telah meneken UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada 29 Oktober 2021.

UU HHP merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur sejumlah kebijakan baru mengenai perpajakan. UU ini dibentuk atas pertimbangan keperluan peningkatan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian.

Pengesahan UU HPP diharapkan dapat menutup berbagai celah aturan yang ada dan mengadaptasi perkembangan baru bisnis terkini. Selain itu, dari sisi kebijakan perpajakan UU HPP juga diharapkan akan dapat memperkuat aspek keadilan dalam hal beban pajak yang harus ditanggung wajib pajak, serta keberpihakan untuk mendukung sektor UMKM.

Secara garis besar, UU HPP memuat enam ruang lingkup atau klaster pengaturan yaitu mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PSP) wajib pajak, Pajak Karbon, dan Cukai.

Adapun beberapa poin perubahan ketentuan adalah sebagai berikut:

  1. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
    1. Pemberlakuan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP). Berdasarkan keterangan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, langkah ini diambil sebagai efisiensi terhadap sistem administrasi perpajakan.
    2. Perubahan penetapan sanksi perpajakan.
  2. PPh
    1. Keringanan pajak bagi UMKM, yaitu UMKM dengan pendapatan bruto <Rp500 juta/tahun tidak dikenai pajak. Sedangkan bagi UMKM dengan omset hingga Rp4,8 miliar/tahun akan mendapatkan diskon tarif PPH 50 persen. 
    2. Perbaikan progresivitas tarif PPh Orang Pribadi (OP). OP dengan penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun akan dikenakan PPh tertinggi yaitu sebesar 35 persen. Sedangkan PPH terendah adalah sebesar 5 persen untuk OP dengan penghasilan Rp60 juta pertahun. Sebelumnya, tarif tertinggi untuk PPh OP adalah 30 persen. Dalam hal ini, UU HPP memberlakukan lapisan (bracket) baru pada PPh OP dari yang semula 4 bracket menjadi 5 bracket, dengan perbandingan berikut:
Lapisan (Bracket)UU PPhUU HPP
Rentang Penghasilan Kena Pajak (PKP)TarifRentang Penghasilan Kena Pajak (PKP)Tarif
I0 – Rp50 Juta5%0 – Rp60 Juta5%
II>Rp50 – 250 Juta15%>Rp60 – 250 Juta15%
III>Rp 250 – 500 Juta25%>Rp 250 – 500 Juta25%
IV> Rp 500 Juta30%>Rp 50 juta – 5 Miliar30%
V>Rp5 Miliar35%
  1. PPN
    1. Barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, dan jasa pelayanan sosial dipindahkan dari negative list menjadi barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
    2. Penetapan tarif tunggal PPN dengan kenaikan tarif bertahap yaitu dari 10 persen menjadi 11 persen mulai tanggal 1 april 2022, dan akan kembali dinaikkan menjadi 12 persen paling lambat tanggall 1 januari 2025.
    3. Penerapan sistem multi tarif PPN dengan rentang sekitar 5 persen sampai dengan 15 persen.
  2. PSP
    1. Program pengampunan pajak (tax amnesty) yang akan mewajibkan untuk mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Harta yang dilaporkan mencakup seluruh aset yang diperoleh sejak 1 Januari 1985 hingga 31 Desember 2015.
    2. Program Pengampunan Pajak akan diberlakukan mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022.
  3. Pajak Karbon
    Pemberlakuan tarif pajak karbon sejumlah Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara dengan implementasi 1 April 2022 untuk badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batu bara.
  4. Cukai
    Penambahan rokok elektronik sebagai jenis Barang Kena Cukai hasil tembakau.

Respon Pengusaha

Lahirnya UU HPP ini juga mengundang respon dari kalangan pengusaha, antara lain dari Kamar Dagang Indonesia (KADIN). Kepada Pers beberapa waktu lalu, Kadin mengapresiasi bahwa penetapan Alternatif Minimum Tax sebesar 1 persen dari peredaran bruto tidak jadi diberlakukan. Namun di satu sisi juga memberikan catatan khusus bahwa terjadi pembatalan penurunan tarif PPh badan menjadi 20 persen di tahun 2022 dan seterusnya.

Kadin juga mengapresiasi bahwa penghapusan pengecualian objek PPN untuk barang kebutuhan pokok, asuransi, jasa keuangan, pelayanan sosial, kesehatan, angkutan umum dan tenaga kerja urun dilaksanakan, sehingga tetap menjaga daya beli masyarakat.

Lebih jauh, Kadin mendorong kepada seluruh pihak untuk dapat memanfaatkan program pengungkapan secara sukarela ini dengan baik. Karena program ini juga memberikan manfaat kepada Wajib Pajak (WP) yang belum sepenuhnya melaporkan atau mengungkapkan asetnya.

 

PNW

Dipromosikan