RUU Cipta Kerja: Reformasi Struktural Perekonomian Nasional

RUU Cipta Kerja: Reformasi Struktural Perekonomian Nasional

“Airlangga berpendapat akan mengubah konsep perizinan berusaha yang semula berbasis izin (license approach) menjadi konsep perizinan berbasis risiko (risk based approach).”

RUU Cipta Kerja saat ini masih menjadi topik pembahasan yang cukup hangat di berbagai kalangan masyarakat. Pro serta kontra pun banyak bermunculan dari beberapa pihak. RUU Cipta Kerja ini  nantinya akan mencakup beberapa hal yang diyakini mampu mendongkrak tingkat pertumbuhan perekonomian nasional dari bidang investasi maupun penciptaan lapangan pekerjaan.

Dengan adanya reformasi struktural terhadap perekonomian, Indonesia diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor. Berdasarkan sejarah, tercatat Indonesia pernah melakukan reformasi terhadap perekonomian sebanyak 2 (dua) kali. Pertama, yaitu pada saat pergantian Orde Lama ke Orde Baru. dan yang Kedua, pada saat pergantian Orde Baru ke Era Reformasi.

Guna merespons dinamika ekonomi global saat ini, Pemerintah pun kembali mengupayakan reformasi struktural dengan membuat RUU Cipta Kerja. Transformasi pada bidang ekonomi pun diharapkan lahir agar Indonesia dapat keluar dari jebakan negara dengan berpendapatan menengah dan menjadi lima besar ekonomi terkuat di dunia.

Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat melakukan pertemuan dengan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Jumat (6/3) di Jakarta.

“Kedua reformasi struktural dahulu, didorong adanya krisis ekonomi maupun politik. Sementara kali ini, murni berasal dari keinginan Pemerintah untuk memanfaatkan momentum menuju Indonesia 2045,” ujar Airlangga.

Dalam hal ini Menko Airlangga menggaris bawahi, bahwa dalam RUU yang terdiri dari 15 Bab dan 174 Pasal ini, porsi substansi terkait Perizinan, Kemudahan berusaha, investasi, dan UMKM/Koperasi terdapat sekitar kurang lebih 86,5%.

Dengan RUU Cipta Kerja, Airlangga berpendapat akan mengubah konsep perizinan berusaha yang semula berbasis izin (license approach) menjadi konsep perizinan berbasis risiko (risk based approach). Hal ini dimaksudkan tidak lain adalah untuk menyederhanakan perizinan berusaha di Indonesia dan membentuk konsep penerapan standar.

“Jadi hal yang kami dorong adalah perbaikan ekosistem perizinan, salah satunya dengan menerapkan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK),” ujarnya.

Menko Perekonomian pun meyakini, Indonesia pasti mampu memanfaatkan momentum ini guna menjadi salah satu negara yang berpengaruh terhadap stabilitas maupun pertumbuhan ekonomi di ASEAN.

“Saat ini, kawasan yang paling stabil di dunia adalah ASEAN dan menjadi satu-satunya wilayah dengan pertumbuhan di atas pertumbuhan ekonomi dunia. Kita harus memanfaatkan momentum ini,” tuturnya.

PNJ

Dipromosikan