Sah, RUU Persaingan Usaha Jadi RUU Inisiatif DPR

RUU akan mulai dibahas bersama pemerintah.

Pimpinan DPR saat menerima pandangan fraksi-fraksi yang menyetujui RUU Persaingan Usaha jadi RUU Inisiatif DPR. Sumber Foto: Twitter.

 

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menjadi RUU usul inisiatif DPR dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Jumat (28/4).

Rapat tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. “Kini saatnya Saya menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat, apakah rancangan undang-undang usul inisiatif Komisi VI DPR RI tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat disetujui menjadi rancanngan undang-undang usul DPR RI,” tanya Fahri, yang kemudian dijawab serentak “setuju” oleh para anggota DPR.

Sebagaimana dikutip dari situs resmi DPR, tujuan pembentuan RUU Persaingan Usaha yang akan menggantikan UU No. 5 Tahun 1999 ini adalah untuk menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional. Kehadiran RUU ini juga merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

“Peraturan persaingan usaha juga untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif, guna menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, maupun pelaku usaha kecil,” demikian penjelasan dalam website DPR lagi. (Baca Juga: 4 Masukan ICLA terhadap Revisi UU Persaingan Usaha).

Sebagai informasi, pasca persetujuan rapat paripurna ini, RUU Persaingan Usaha ini akan mulai dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah. Setelah melewati proses tersebut, maka RUU itu baru bisa disetujui dan disahkan menjadi UU yang menggantikan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Sebelumnya, sejumlah advokat yang tergabung dalam Indonesia Competition Lawyers Association (ICLA) mencatat ada tujuh perubahan penting dalam RUU tersebut. Yakni, (1) perluasan pengertian pelaku usaha dengan prinsip extraterritorial; (2) penambahan kewenangan KPPU untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan; (3) perubahan besaran denda: minimal 5% dan maksimal 30% dari nilai penjualan.

(4) Penanganan perkara persaingan usaha yang mengadopsi Peraturan KPPU No.1 Tahun 2010; (5) tindak pidana bagi pihak yang mencegah atau menghalangi proses investigasi/pemeriksaan dan/atau tidak melaksanakan putusan KPPU; (6) Perubahan post-merger notification menjadi pre-merger notification; dan (7) program leniensi.

Ketua Panja Revisi UU Persaingan Usaha Azam Azman Natawijana juga pernah mengutarakan agar mengandalkan program leniensi untuk membongar praktek kartel. Program leniensi ini merupakan instrumen yang dipakai untuk memberi kesempatan para pelaku kartel untuk “bertobat” dan menjadi justice collaborator. (Baca Juga: Profesor Mengingatkan Asosiasi Advokat Persaingan Usaha Jangan Justru Jadi Wadah Kartel).

“Ada misalnya ditemukan satu, dua, atau tiga persekongkolan, mereka sadar dan melaporkan kepada KPPU bahwa mereka telah berbuat persekongkolan, maka mereka tidak dihukum,” jelasnya kepada Klil Legal beberapa pekan lalu.

 

(ASH)

Dipromosikan