Siap-Siap Rogoh Dompet Lebih Dalam, Karena Kripto Yang Tak Terdaftar Bappebti Kena Pajak 2 Kali Lipat

Siap-Siap Rogoh Dompet Lebih Dalam, Karena Kripto Yang Tak Terdaftar Bappebti Kena Pajak 2 Kali Lipat

Siap-Siap Rogoh Dompet Lebih Dalam, Karena Kripto Yang Tak Terdaftar Bappebti Kena Pajak 2 Kali Lipat

“CEO Bitocto Milken Jonathan menilai pungutan pajak yang besar dikhawatirkan pelaku pasar akan lebih memilih untuk berdagang aset kripto di pasar luar negeri.”

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberlakukan tarif pajak pertambangan nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) dua kali lipat untuk para pedagang aset kripto yang tidak terdaftar di Bappebti akan dikenakan.

Tarif PPN yang dikenakan untuk platform di luar Bappebti sebesar 0,22% dari nilai transaksi kripto dan PPh sebesar 0,2% dari nilai transaksi kripto. Sedangkan tarif PPN untuk pedagang tercatat Bappebti sebesar 0,11% dari nilai transaksi kripto dan tarif PPh sebesar 0,1% dari nilai transaksi.

Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Ketentuan pengenaan PPN dan PPh tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2022.

Kasubdit Peraturan PPN, Perdagangan, Jasa dan PTLL DJP Bonarsius Sipayung yang menyatakan bahwa hal tersebut dibedakan karena yang terdaftar di Bappebti kelihatan dan teradministrasi.

“Memang harus dibedakan karena yang terdaftar Bappebti kelihatan dan teradministrasi. Sementara yang enggak jelas itu silahkan, kami netral enggak melarang bagaimana orang berbisnis. Tapi aturan kalau tidak mau masuk sistem komunitas berarti kamu kena tarif lebih tinggi,” terangnya dalam konferensi pers (6/4)

Menanggapi hal tersebut, CEO Bitocto Milken Jonathan menilai bahwa mengenai pengenaan pajak terhadap aset kripto yang dilakukan oleh Pemerintah seharusnya disesuaikan dengan tarif Internasional agar bisa bersaing. Pasalnya pungutan pajak yang besar dikhawatirkan pelaku pasar akan lebih memilih untuk berdagang aset kripto di pasar luar negeri.

“Kami di asosiasi juga berdiskusi tentang poin risiko ini. Jadi, memang benar ada risiko nasabah Indonesia akan bertransaksi di luar negeri karena pajak. Sebenarnya itu (PPN dan PPh) nominal yang cukup fantastis untuk trader dan investor,” terangnya dikutip dari CNN Indonesia (7/4).

CEO Indodax Oscar Darmawan menyatakan bahwa pengenaan pajak terhadap aset kripto merupakan hal yang positif untuk industri kripto. Namun pengenaan besarnya pajak tersebut harus disesuaikan.

“Namun kembali lagi, sebagai pelaku usaha, saya berharap besaran masing-masing pajak tersebut adalah 0,05% untuk PPN dan 0,05% untuk PPh sehingga total pajak yang dikenakan di industri totalnya cukup 0,1%,” katanya dikutip dari Kontan.co.id (7/4).

 

VWS

Dipromosikan