Soal Pencabutan Kuasa Mantan Pengacara Bharada E Yang Dinilai Melawan Hukum, Ini Penjelasannya

Soal Pencabutan Kuasa Mantan Pengacara Bharada E Yang Dilakukan Secara Melawan Hukum, Ini Penjelasannya
Image Source by detik.com

Soal Pencabutan Kuasa Mantan Pengacara Bharada E Yang Dinilai Melawan Hukum, Ini Penjelasannya

“Mengacu kepada Pasal 1335 KUHPerdata, dokumen yang berisikan suatu sebab yang terlarang atau palsu dapat dikatakan tidak mempunyai kekuatan hukum.”

Baru-baru ini, Mantan Kuasa Hukum Bharada Richard Eliezer (Bharada E), Deolipa Yumara, melayangkan gugatan kepada mantan kliennya tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan ini berkenaan dengan persoalan pencabutan kuasa atas dirinya sebagai kuasa hukum Bharada E yang Ia nilai dilakukan dengan iktikad tidak baik dan secara melawan hukum.

“Hari ini kami sudah memasukkan, gugatan perbuatan melawan hukum, dari Pengacara Merah Putih,” kata Deolipa kepada wartawan dikutip Bisnis.com, Senin (15/8/2022)

Selain Bharada E, Deolipa diketahui juga menggugat Ronny Talapessy (pengacara baru Bharada E) serta Agus Andrianto selaku Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Dilansir dari pernyataan Deolipa kepada wartawan di Polres Metro Jakarta Selatan, Selasa (16/8/2022), Ia menjelaskan bahwa surat pencabutan kuasa yang diberikan kepadanya sejatinya memiliki cacat formil. Cacat formil dalam hal ini dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya komponen-komponen yang secara hukum harus dimasukan dalam suatu dokumen yang mana akhirnya membuat suatu dokumen tersebut tidak dapat mengikat secara hukum.

Deolipa mengindikasikan kecacatan tersebut, pertama, dari adanya dugaan mengenai tanda tangan yang dibubuhi dalam surat pencabutan kuasa tersebut bukan merupakan tanda tangan yang dibuat oleh pihak yang seharusnya, atau dalam kata lain dipalsukan. Jika mengacu kepada Pasal 1335 KUHPerdata, dokumen yang berisikan suatu sebab yang terlarang atau palsu dapat dikatakan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Kemudian, Deolipa juga melihat bahwa sejatinya terdapat sejumlah tekanan dalam pembuatan dokumen pencabutan kuasa atas dirinya tersebut. Jika mengacu kepada Pasal 1323 KUHPerdata, paksaan dalam penyepakatan suatu perjanjian dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan.

Tidak berhenti disitu, Deolipa juga melihat bahwa dalam dokumen pencabutan kuasa ini tidak disertakan alasan-alasan yang melatarbelakangi pencabutan tersebut. Menurutnya, suatu pencabutan kuasa yang dilakukan secara sepihak tanpa disertai alasan dapat dianggap batal demi hukum.

Sehingga berdasarkan sejumlah alasan tersebut, Deolipa memintakan kepada Majelis Hakim untuk menyatakan Surat Pencabutan Kuasa tertanggal 10 Agustus 2022 atas nama Richard Eliezer Pudihang Lumiu batal demi hukum dan menyatakan perbuatan tergugat I (Bharada E) dan tergugat III (Agus Andrianto) dalam membuat Surat Pencabutan Kuasa tanggal 10 Agustus 2022 atas nama Richard Eliezer Pudihang Lumiu dilakukan dengan itikad jahat dan melawan hukum.

Tidak hanya itu, Deolipa juga diketahui memintakan kepada Majelis Hakim agar para tergugat membayar secara tanggung renteng fee Deolipa senilai Rp15 miliar. Hal ini dimintakannya sebagai bentuk kompensasi dari hasil kerjanya tersebut selama 15 hari.

“Menghukum tergugat I, tergugat II dan tergugat III secara tanggung renteng untuk membayar biaya fee pengacara kepada para penggugat sebesar Rp 15.000.000.000,” isi petitum tersebut.

 

AA

Dipromosikan