Soju Bersertifikat Halal Mulai Diminati, Pengusaha Wajib Tau Kewajiban Serta Larangan Jika Ingin Jual Produk Halal!

soju, label halal, minuman alkohol, fatwa MUI
Image Source by liputan6.com

Soju Bersertifikat Halal Mulai Diminati, Pengusaha Wajib Tau Kewajiban Serta Larangan Jika Ingin Jual Produk Halal!

“Sejatinya, pelaku usaha perlu untuk memahami kewajiban sebelum maupun sesudah diterbitkannya sertifikasi halal, seperti memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur mencantumkan Label Halal terhadap Produk.

Dikutip dari laman kumparan.com (27/11/2022), pada penghujung tahun 2020, telah hadir terobosan baru dalam dunia food and beverages. Terobosan sebagaimana dimaksud adalah minuman “Soju halal”.

Produk yang diklaim sebagai “soju halal” ini pada dasarnya merupakan sparkling water yang berperisa buah-buahan. Namun demikian, minuman ini sejatinya bukan merupakan minuman yang mengandung alkohol.

Berbeda dengan soju tradisional Korea, “soju halal” tidak terbuat dari hasil olahan fermentasi beras dan harganya juga lebih terjangkau.

Sejatinya, ide produk minuman “soju halal” diciptakan oleh seorang yang antusias dengan budaya Korea yakni wanita asal Bandung bernama Sovi Rihmatul Afifah, pada tahun 2019. 

Awal terbentuknya ide “soju halal” dikarenakan rasa penasaran Sovi soal soju. Dia pun langsung mencoba meracik sendiri “soju halal” meskipun Sovi sama sekali tak tahu rasa asli soju yang beralkohol karena belum pernah mencoba sebelumnya.

“Makanya kalau ditanya, kalau aku bilang sih enggak akan nemu di minuman lain, karena itu benar-benar rasanya aku buat sendiri. Apa yang ada di pikiran aku, kayak gimana rasanya, aku bikin dalam bentuk minuman itu,” tutur Sovi sebagaimana dilansir dari kumparan Jumat (27/11/2022).

Ide atas produk “soju halal” pun diberi nama yaitu “Mojiso”. Produk bernama Mojiso mendapatkan respons yang baik dan sebagian besar pembelinya adalah para K-popers yang penasaran dengan rasa soju. 

Meskipun sudah dijual dengan nama “Mojiso”, awalnya, Sovi sempat memakai nama “Soju Halal” dan menaruh label halal sendiri pada produk. Atas tindakannya, MUI sempat menegur Sovi.

“Ternyata kita tuh enggak boleh bikin label halal sendiri. Jadi kita harus resmi dari MUI. Nah, akhirnya mendaftar, lah, dengan beberapa ketentuan. Salah satunya, jangan menggunakan nama soju. Semenjak mengurus MUI, kita tidak pernah mengklaim lagi bahwa itu soju. Karena dari isinya juga memang bukan, sih. Iya, betul, memang dari awal sparkling water,” ungkap Sovi.

Lantas, bagaimana kewajiban pengusaha yang ingin mengajukan permohonan Sertifikat Halal?

Pertama-tama, merujuk pada Pasal 24 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tahun Tentang Jaminan Produk Halal (“UU No.33/2014”) mengisyaratkan bahwa pelaku usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal wajib untuk:

  1. Memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur;
  2. Memisahkan lokasi, tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara Produk Halal dan tidak halal; 
  3. Memiliki Penyelia Halal; dan 
  4. Melaporkan perubahan komposisi Bahan kepada BPJPH.

Lebih lanjut, Pasal 25 UU No.33/2014 mengatur, jika pelaku usaha sudah mendapatkan sertifikasi halal, mereka memiliki kewajiban untuk:

  1. Mencantumkan Label Halal terhadap Produk yang telah mendapat Sertifikat Halal; 
  2. Menjaga kehalalan Produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal; 
  3. Memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara Produk Halal dan tidak halal; 
  4. Memperbarui Sertifikat Halal jika masa berlaku Sertifikat Halal berakhir; 
  5. Melaporkan perubahan komposisi Bahan kepada BPJPH.

Selain ketentuan sebagaimana termaktub dalam UU No.33/2014, pelaku usaha juga harus memperhatikan “standarisasi halal” sebagaimana diatur  ketentuan dalam Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa Halal yang menyatakan bahwa produk yang akan dijual:

  1. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan. 
  2. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao. 
  3. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour, dll. 
  4. Tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dll. 

Mengacu pada fatwa sebagaimana dimaksud diatas, Anwar selaku Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia  mengatakan bahwa penamaan dengan kata “soju” mengacu pada minuman keras sebagaimana dikutip dari kumparan.com (27/11/2022)

Lebih lanjut, Anwar mengatakan bahwa jika diberi nama “soju”, produk yang sebenarnya secara kandungan halal akan berpotensi membingungkan masyarakat.

“Karena disitu ada paradox, yang satu halal yang satu haram. Sehingga masyarakat nanti akan bingung ya ini kok barang haram jadi halal, kok apa namanya kok khamar atau alkohol jadi halal,” ungkap Anwar.

Dengan demikian, merujuk pada poin 4 Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 penggunaan kata “Soju” mengarah pada “menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dll.”

RAR

Dipromosikan