Syarat Auditor Halal UU JPH Mengadopsi Aturan LPPOM MUI

Ada sekitar seribu lebih auditor halal yang ada di bawah LPPOM MUI.

Direktur LPPOM MU Lukmanul Hakim. Sumber Foto: www.eramuslim.com

Direktur Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat Obatan dan Kosmetik (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim mengatakan saat ini syarat auditor halal sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) mengadopsi aturan yang sudah ada di LPPOM MUI.

“Itu saja sama, malah syarat itu tadi yang mengadopsi dari LPPOM MUI, yang saat ini LPPOM MUI sudah memiliki auditor seluruh Indonesia sekitar seribu lebih. Justru itu Undang-undang JPH itu mengacu pada apa yang sudah terjadi di LPPOM MUI. Kan saya penyusun Undang-undang, justru kami mempersyaratkan auditor itu harus memiliki kompetensi, jadi latar belakang pendidikan seperti itu dan kemudian harus lulus pelatihan,” kata Lukmanul kepada Klik Legal melalui sambungan telepon, pada Selasa (24/10).

Menurut Lukmanul, syarat auditor halal itu sudah lama ada di LPPOM MUI. Jadi, untuk menjadi auditor sudah semestinya memiliki auditor science, seperti berpendidikan strata satu di bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, atau farmasi. “Dan itu juga mereka harus lolos, kalau dulu itu istilahnya adalah pelatihan. Jadi tidak sertifikasi, jadi harus lulus pelatihan dan bersertifikat kelulusan pelatihan. Jadi selain background pendidikannya yang tadi disebutkan ya, itu kemudian dia juga harus lulus pelatihan. Dan ada tesnya lalu bersetifikat pelatihan,” katanya.

Berkaitan dengan hal tersebut, Lukmanul menuturkan bahwa untuk menjadi auditor ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Yakni, setiap auditor harus memiliki syarat integritas keislaman, syarat pendidikan, syarat etika, dan syarat-syarat tambahan lain. “Ada itu seperti itu,” ujarnya. (Baca Juga: Pengangkatan Auditor Halal Wajib Mengacu Kepada UU JPH).

Syarat-syarat tambahan yang dimaksud, Lukmanul menjelaskan ketika di dalam pelatihan itu para auditor akan berikan wawasan-wawasan keislaman, seperti wawasan hukum-hukum halal haram dalam dunia pangan, makanan, obat-obatan, dan kosmetika itu diberikan. “Jadi mereka tentu perlu pengetahuan-pengetahuan tambahan seperti itu. Tidak murni sebagai scientist kan tapi juga harus memiliki tambahan-tambahan pengetahun seperti yang saya sebutkan,” ujar Lukmanul.

Lebih lanjut, Lukmanul menjelaskan terkait perbedaan auditor halal sebelum dan sesudah BPJPH terbentuk. Dahulu, para auditor halal hanya bersertifikat pelatihan karena yang menyelengarakannya dari internal MUI langsung. Sedangkan, saat ini sebagaimana yang diatur dalam UU JPH auditor halal harus memperoleh sertifikat dari MUI. “Ya itulah. Malah sekarang sudah dengan sertifikat profesi, itu ada LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi),” tuturnya.

Oleh karena itu, Lukmanul membantah apabila ada yang mengatakan bahwa auditor halal dari LPPOM MUI itu tidak kompeten. “Jadi tidak benar kalau dulu auditor LPPOM MUI tidak memiliki kompetensi tersendiri. Malah justru itu (UU JPH) mengacu pada pada kompetensi kita, itu mengacu pada apa yang sudah ada di Indonesia,” katanya.

“Halal ini bukan hal yang baru di Indonesia, tapi ini sudah kita jalankan selama 28 tahun, pelaku-pelaku halal di LPPOM MUI ini sudah mahir semua,” pungkasnya.

(PHB)

Dipromosikan