Syarat Pengembangan Toko Swalayan Memberatkan, APRINDO Minta Relaksasi ke Jokowi

Syarat Pengembangan Toko Swalayan Memberatkan, APRINDO Minta Relaksasi ke Jokowi

Syarat Pengembangan Toko Swalayan Memberatkan, APRINDO Minta Relaksasi ke Jokowi

Untuk minimarket yang modal untuk waralabanya sekitar Rp 450 juta saja, pemilik konsep kesulitan mencari franchise. Apalagi dengan format yang lebih besar, seperti supermarket atau hypermarket yang modalnya mencapai miliaran rupiah? Siapa yang mau beli?

Roy Mandey, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), manfaatkan kesempatan bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Rabu (08/09), untuk meminta pemberian relaksasi dalam syarat pengembangan toko swalayan.

Syarat yang dinilai memberatkan, yakni pengembangan usaha harus melalui sistem waralaba atau franchise.

“Dalam kaitan operasional pasar swalayan atau ritel modern, kami berharap adanya relaksasi terhadap berbagai peraturan yang saat ini masih menjadi kendala. Diantaranya kami sampaikan kepada presiden bahwa untuk pengembangan ritel modern atau pasar swalayan saat ini ada peraturan yang mengatur harus dengan waralaba,” ujar Roy.

Roy memaparkan, bahwa sistem waralaba bukan pilihan investasi yang banyak dipilih di tengah pandemi COVID-19 ini, apalagi waralaba supermarket, hypermarket, dan department store bernilai fantastis. “Sangat sulit untuk mencari pewaralabanya. Artinya kalau kita harus memakai waralaba, maka kita tidak bisa ekspansi, kita tidak bisa investasi,” paparnya.

Pada akhir Mei lalu, Roy berpendapat serupa. Bahwa sistem waralaba sulit diterapkan pada ritel modern, dan aturan waralaba ini mengunci pengusaha di sektor ini, membuat mereka tak bisa berekspansi.

“Untuk minimarket yang modal untuk waralabanya sekitar Rp 450 juta saja, pemilik konsep kesulitan mencari franchise. Apalagi dengan format yang lebih besar, seperti supermarket atau hypermarket yang modalnya mencapai miliaran rupiah? Siapa yang mau beli?” ujarnya, Kamis (27/05) lalu.

Ia juga menuturkan, sistem waralaba umumnya hanya berkembang bagi usaha bermodal Rp 40 hingga Rp 50 juta. Juga lebih cocok untuk ritel makanan atau restoran, ketimbang ritel modern.

Dimana Syarat Itu Tertuang?

Syarat waralaba tersebut dapat ditemukan pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 23 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Pembelanjaan dan Toko Swalayan yang mulai berlaku per tanggal 1 Mei 2021.

Pasal 10 Permendag tersebut mengatur, pelaku usaha hanya dapat memiliki maksimal 150 gerai toko swalayan yang dimiliki dan dikelola sendiri. Selanjutnya, Pasal 11 mengatur, jika pelaku usaha telah memiliki 150 gerai toko swalayan dan akan melakukan penambahan gerai, pelaku usaha wajib mewaralabakan setiap gerai yang ditambahkan.

Kemudian, Pasal 15 mengatur, jika usaha telah memiliki lebih dari 150 gerai toko swalayan, sebelum Permendag ini berlaku, pelaku usaha tetap dapat mempertahankan kepemilikan gerai tersebut. Namun, tetap wajib mewaralabakan setiap gerai yang ditambahkan setelah Permendag ini berlaku.

Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Yang mengatur pelaku usaha maksimal memiliki 150 gerai toko swalayan (dulu, toko modern) yang dimiliki dan dikelola sendiri dan jika ingin menambah gerai, wajib melakukan kemitraan. Ada dua opsi pola kemitraan, yakni kemitraan berpola perdagangan umum dan waralaba.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa aturan yang baru ini tak menyediakan pilihan bagi pelaku usaha, selain pola waralaba.

Restrukturisasi Kredit

Selain meminta relaksasi, Roy juga meminta kepada Jokowi, agar pemerintah memperhitungkan perdagangan eceran atau retail modern sebagai sektor prioritas. Karena hanyalah pengusaha yang masuk sektor prioritas, yang diberikan fasilitas restrukturisasi kredit dari perbankan.

Padahal, pengusaha di sektor ini membutuhkan fasilitas itu, sebab bisnis mereka begitu terdampak COVID-19. “Sampai hari ini, kami terdampak dan harus terus beroperasi. Tapi belum mendapatkan kesempatan untuk restrukturisasi kredit. Kami berharap supaya sektor perdagangan eceran atau pasar modern dapat dijadikan sektor prioritas,” ujar Roy.

AAB

Dipromosikan