Tol Alami Kebanjiran, Benarkah Melanggar Hak Konsumen?

Tol Alami Kebanjiran, Benarkah Melanggar Hak Konsumen
Image Source by cnbcindonesia.com

Tol Alami Kebanjiran, Benarkah Melanggar Hak Konsumen?

“Salah satu jalan tol di wilayah BSD terkena banjir dan tidak dapat dilewati sehingga harus ditutup, hal ini pun diduga melanggar hak pengguna jalan tol.”

Pada Selasa, 4 Oktober 2022, sejumlah wilayah di Jabodetabek diketahui terkena banjir, termasuk jalan tol di Jalan Tol BSD Lumpuh. Jalan tol tersebut sempat tidak bisa dilewati sama sekali karena jalan tol ditutup. Hal ini mencuri perhatian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang menjelaskan bahwa kebanjiran yang terjadi di tol dapat berpotensi melanggar hak konsumen dalam aspek perlindungan konsumen.

Hal ini pun dikonfirmasi oleh Tulus Abadi selaku Ketua Harian YLKI yang mengatakan bahwa ketika tol mengalami kebanjiran maka seharusnya tarif tol tersebut harus digratiskan agar jalan yang mengalami kebanjiran terbebas dari hambatan.

Tulus Abadi merespon demikian dikarenakan jalan tol pun memang didefinisikan sebagai jalan bebas hambatan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (UU Jalan).

“Apapun alasannya, jalan tol yang banjir saat hujan tidak dibenarkan. Jelas melanggar hak konsumen sebagai pengguna jalan tol. Maka saya meminta Menteri PUPR untuk gratiskan jalan tol saat banjir,”  ucap Tulus Abadi dilansir dari laman Liputan6.com (05/10/2022).

Tidak hanya harus menggratiskan tarif jalan tol, Tulus Abadi menambahkan bahwa besaran tarif jalan tol saat ini harus dievaluasi. Hal tersebut dikarenakan Tulus menilai bahwa banjir yang terjadi di jalan tol mengindikasikan adanya ketidaksiapan pengelola untuk melakukan mitigasi terhadap risiko banjir.

Terkait dengan penentuan tarif, dapat didasarkan pada kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan, dan kekayaan investasi sebagaimana ketentuan dalam pasal 48 ayat (1) UU Jalan. Selain itu, tarif yang telah ditentukan tersebut harus dievaluasi setiap 2 tahun sekali sebagaimana tertulis dalam Pasal 48 ayat (3) UU Jalan.

Lebih lanjut,, Tulus Abadi juga mengatakan bahwa kenaikan tarif jalan tol tidak dibarengi oleh adanya Standar Pelayanan Minimal (SPM) bagi konsumen.

Dalam Pasal 48 ayat (3) huruf b UU Jalan, evaluasi terhadap pemenuhan SPM menjadi salah satu aspek untuk melakukan evaluasi terhadap tarif jalan tol. Selanjutnya, yang dimaksud dengan SPM Jalan Tol ini adalah kondisi jalan tol itu sendiri, prasarana keselamatan dan keamanan, serta prasarana pendukung layanan bagi pengguna jalan tol.

Dengan demikian, salah satu implementasi dari prasarana untuk mendukung layanan pengguna ialah pengguna dapat berkendara di jalan bebas hambatan. Namun, hal ini tidak terjadi ketika jalan tol ditutup sehingga tidak dapat dilewati dan para pengguna diharuskan untuk mencari jalan lain.

Hal di atas pun diperjelas dengan adanya hak pengguna jalan tol dalam Pasal 62 ayat (1) huruf c UU Jalan Jo. Pasal 88 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol (PP No. 17/2021) yang menyebutkan bahwa pengguna jalan tol berhak mendapatkan pelayanan jalan tol sesuai dengan SPM.

 

FMJ

Dipromosikan