Visi Misi dan Value Jadi Strategi Partnership Berkesinambungan

Sumber : kliklegal.com

Partner Nurjadin, Sumono, Mulyadi & Partners, Ilya Sumono mengatakan bahwa strategi partnership berkesinambungan adalah menyelaraskan visi,misi, dan value law firm dengan sharing bersama dan komunikasi antar partner.

“Memang berkomunikasi itu harus dari awal kita harus siap untuk kemudian sharing apa yang kita pikirkan,” kata Ilya dalam Talkshow “Law Firm Morphosis : Strategis Partnership Untuk Keberlanjutan Law Firm“ pada Sabtu (28/7), di 18 Office Park, Uniqorn, Jakarta Selatan.

Ilya menjelaskan pada dasarnya law firm itu bukan hanya fokus pada komersialnya yang harus jalan tetapi juga harus bisa mencarikan solusi untuk menempatkan para partner atau associate pada posisi yang seharusnya.

“Bagaimana kemudian mencari formula yang tepat hingga firma itu bisa men-counter semua kebutuhan. Ada orang yang sebetulnya dia bekerja seperti kuda tapi enggak bisa di-firm. Ada juga orang yang bisa kerja di firm tapi dia enggak mau selamanya punya financial liability, dengan kata lain mereka enggak mau jadi equal quality partner dengan kita,” ujar Ilya.

Dengan beragamnya karakter partner maupun associate seperti itu, Ilya menuturkan sangat perlu adanya diskusi rutin mengenai formula terhadap kesesuaian penempatan kerja dan ekspektasi yang diharapkan agar mereka tetap bisa bekerja dan menghasilkan uang.

“Kita harus kasih penjelasan ke mereka okay, if you wanna be like that, it’s fine. Tapi jangan nantinya iri dengan mereka yang melakukan hal yang tidak kamu lakukan (liability) dan mendapat fee yang beda dengan kamu. Karena mereka yang siap dan memiliki liability untuk firm otomatis punya penghasilan yang lebih besar. Apakah anda setuju dengan formula ini? Kalau iya, ok kita bisa jalan,” jelas alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Terlebih lagi persoalan female workers, Ilya menjelaskan ekspetasi antara laki-laki dengan perempuan pasti berbeda. Bagi partner dan associate perempuan yang belum menikah, Ilya sudah melakukan persiapan untuk set role peran mereka sebagai perempuan yang kerja dan nantinya akan berkeluarga atau punya anak.

“Karena biasanya turning point-nya itu ketika mereka menggendong anaknya pertama kali. Tadinya mereka bilang ‘Oh I am going to do everything for the firm!’ ketika mereka gendong tu anak; suddenly, it changed. Mereka mikirnya gimana caranya gue punya banyak waktu dengan si anak. Kuncinya be honest to yourself and talk about it,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Partner Hanafiah Ponggawa & Partners (HPRP),Al Hakim Hanafiah pun menegaskan harus ubah formulasi terhadap penyesuaian kerja yang baru bagi partner atau associate perempuan. “Misalnya, your package itu sekian. For reach certain package, you must bear to share di kantor. Saya bilang kamu saya turunin ya. Bukan enggak jadi partner, tetep partner, tapi ya turun package-nya. Memang nurunin package itu hal yang tabuh ya. Jadi ya your liability berkurang. Buat kita juga happy, dia juga happy.  Dalam arti dia bisa profitable, yang tadinya sulit untuk reach profit karena in the name of perusahaan. Tapi setelah diturunin package-nya, jadi bisa,” katanya.

“Ya itulah seninya. Intinya, you have to know people’s need. Kalo dari segi science yaa namanya udah 28 tahun beroperasi kantornya, pasti makin siap makin siap makin siap terus. Karena udah ada presedennya juga kan, jadi ya kita sudah siap dan tau harus apa. Tapi, bagian seninya itu yang enggak bisa diajarin,” tutup Al Hakim.

PHB

Dipromosikan