Wah, Ternyata Gugatan Merek Tidak Melulu Menjiplak Merek Orang

Wah, Ternyata Gugatan Merek Tidak Melulu Menjiplak Merek Orang

Wah, Ternyata Gugatan Merek Tidak Melulu Menjiplak Merek Orang

“Dalam perkara merek, penting untuk diperhatikan pengujian dan pembuktian terhadap bad faith owners dalam kepemilikan merek dan penerapan kemiripan label similarities merek.”

Tidak bisa dipungkiri, persaingan di dunia bisnis semakin ketat. Hal ini sangat memungkinkan terjadi sengketa di antara pelaku bisnis, salah satunya adalah soal merek. Merek mempunyai peranan penting dalam sebuah produk sebagai tanda pembeda dan untuk keperluan promosi. Hak merek timbul dari pendaftaran yang dilandasi itikad baik dari pemohon. 

Namun sayangnya, banyak pelaku usaha yang menyalahgunakan merek untuk menumpang ketenaran suatu produk dengan merek tertentu, dengan cara menyerupai untuk mengelabui konsumen. Hal ini dapat dikatakan sebagai pendaftaran merek dengan itikad tidak baik.

Klaim atas kepemilikan merek dari brand yang sudah dikenal di publik serta itikad buruk dari pendaftar untuk memiliki merek dengan memanfaatkan sistem pendaftaran merek dapat berpotensi negatif dan dapat menimbulkan dan persaingan curang atau unfair business practices antar sesama pelaku usaha

Pemilik merek yang tidak terima dan merasa dirugikan terhadap eksklusivitas mereknya cenderung akan melayangkan gugatan di pengadilan niaga. Sebut saja kasus yang hangat untuk diperbincangkan yaitu GoTo vs PT Terbit Financial Technology, atau Warkop DKI vs Warkop(i).

Dr. Suyud Margono Ketua Umum selaku Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI), menyampaikan problematika perkara gugatan pembatalan merek tidak saja melulu mengenai upaya mencari keadilan dan penyelesaian sengketa. Pembahasan lain yang menjadi penting adalah terkait sebagaimana penting sebuah kepentingan pemilik merek baik yang belum didaftarkan, sudah didaftarkan, ataupun merek terkenal. Selain itu, penting juga diperhatikan terkait pengujian dan pembuktian terhadap bad faith owners dalam kepemilikan merek dan penerapan kemiripan label similarities “kasat mata” merek.

Di sisi lain, penting untuk diketahui bahwa beberapa penyebab perkara terkait merek pada umumnya antara lain adalah ketidakjelasan status kepemilikan termasuk menyebabkan gugatan pembatalan merek, penggunaan merek tanpa seizin pemegang hak lisensi, tidak dipenuhinya perjanjian lisensi hak kekayaan intelektual pada merek yaitu IPR/ Trademarks licensing.

Selain Dr. Suyud Margono, Dr. Justisiari juga menjelaskan bahwa gugatan pembatalan merek terdaftar ke pengadilan niaga terhadap pemilik merek terdaftar yang dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 atau pasal 21 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016. Pemilik Merek yang tidak terdaftar juga dapat mengajukan gugatan setelah mengajukan permohonan kepada Menteri.

Gugatan pembatalan juga dapat diajukan tanpa batas waktu jika terdapat unsur iktikad tidak baik dan/atau Merek yang bersangkutan bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum. Kedudukan Direktorat Jenderal kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum dan HAM RI diletakan pada posisi turut tergugat selaku pihak yang menerima pendaftaran merek yang nantinya akan melaksanakan putusan pengadilan niaga.

Untuk mengatasi hal ini, Dr Suyud Margono menyarankan agar profesi konsultan kekayaan intelektual juga wajib mengambil bagian dalam sosialisasi dan mengedukasi masyarakat. Salah satunya terkait permasalahan ketika masyarakat sebagai pembeli dalam kegiatan perdagangan sering terkecoh (misleading consumers), terlebih jika pembeli merupakan urgent buyer yang seringkali tidak memperhatikan produk yang diperdagangkan, padahal produk tersebut adalah produk palsu.

 AN

Dipromosikan