PP No.20/2017 Mengatur Hak Aktif dan Pasif Pejabat Bea Cukai

Untuk merek dan hak cipta, pejabat bea cukai bertindak aktif. Sedangkan, terhadap jenis HKI lainnya bersikap pasif.

Petugas Bea Cukai (Ilustrasi). Sumber Foto: beacukai.go.id/

Kepala Seksi Intelijen Larangan Pembatasan dan Kejahatan Lintas Negara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Khoirul Hadziq menjelaskan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2017 mengatur hak aktif dan hak pasif yang menjadi pegangan pejabat bea cukai untuk melakukan pengendalian impor atau ekspor barang yang diduga berasal dari hasil pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Khoirul menjelaskan terbitnya PP tersebut merujuk dan menerjemahkan Pasal 64 ayat (1) dan (2) UU Kepabenan. Oleh karena itu, PP ini dibutuhkan oleh pejabat bea cukai sebagai landasan hukum untuk melindungi seluruh jenis HKI, “Inilah acuannya. Sehingga nanti bagaimana cara kami untuk bermain dilapangannya akan diatur di dalam PP ini,” kata Khoirul melalui wawancara khusus dengan reporter KlikLegal di Lantai 4 Gedung Sumatera Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta, Jumat (25/8).

Lebih lanjut, Khoirul menjelaskan pejabat bea cukai akan bertindak secara aktif terhadap hak cipta dan hak merek saja. Sedangkan hak paten, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, varietas tanaman, dan indikasi geografis hanya bersifat pasif. (Baca Juga: Jokowi Terbitkan PP Pengendalian Impor atau Ekspor Barang Diduga Hasil Pelanggaran HKI).

“Termasuk yang ada di peraturan pemerintah kan selain yang pasif kita mengcover yang aktif itu hanya pada hak cipta dan hak merek, yang sebenarnya ada delapan hak dalam HKI itu. Dan enam yang lainnya kita juga amankan dan lakukan pengawasan tetapi sifatnya pasif,” ujar Khoirul.

Khoirul mengatakan bahwa maksud pasif di sini ialah pejabat bea cukai akan melakukan penindakan jika sudah ada laporan berupa pengaduan terkait adanya dugaan pelanggaran HKI serta diperintahkan oleh pengadilan untuk dilakukan penangguhan. “Kalau ada laporan seperti itu tentu kami akan laksanakan. Iya, jadi yang pasif itu menunggu adanya laporan,” katanya.

Sedangkan yang aktif, lanjut Khoirul, tanpa menunggu laporan pejabat bea cukai akan langsung melakukan pengawasan dan penegahan langsung terhadap barang yang diduga melanggar hak merek dan hak cipta disertai dengan bukti yang cukup. (Baca Juga: Ini Mekanisme Penegahan Impor atau Ekspor Barang Diduga Bajakan).

“Nanti pejabat bea cukai akan melaksanakan tugas dulu tentu ini ada syaratnya oleh pemegang hak. Ya harus ada rekordansi di bea cukai dengan segala persyaratan yang ada, terus kemudian dan jaminan, dan lain sebagainya,” terangnya.

Meski begitu, Khoirul menegaskan bukan berarti pejabat bea cukai tidak akan melakukan perlindungan untuk selain hak cipta dan hak merek. Tetapi yang akan dilakukan secara aktif tentunya hanya terhadap dua hak tersebut. “Kalau yang lain katakanlah pemegang hak mempunyai informasi bahwa ada pemalsuan yang masuk lewat pelabuhan lewat tanjung priuk atau Bandara Soekarno Hatta. Iya, sampaikan saja. Ini tentu bea cukai akan meakukan penindakan kan,” tukasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) Suyud Margono sempat mengkritik PP No.20 Tahun 2017 yang secara teknis hanya meng-cover perlindungan hak merek dan hak cipta. Padahal, ruang lingkup HKI sebagaimana disebut juga dalam PP ini, mencakup jenis-jenis lain. (Baca Juga: Praktisi Hukum Sayangkan PP No.20 Tahun 2017 Secara Teknis Hanya Cover Merek dan Hak Cipta).

“Yang disayangkan oleh Saya di sini. Meskipun di situ disebutkan semuanya (semua jenis HKI,-red), yaitu paten, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, dan lainnya. Namun, secara teknis di dalam PP tersebut hanya meng-cover hak merek dan hak cipta,” ujarnya ketika dihubungi oleh KlikLegal melalui sambungan telepon di Jakarta, beberapa waktu lalu.

(PHB)

Dipromosikan