Mengenal Tren “Quiet Quitting” dalam Hubungan Ketenagakerjaan di Indonesia

Mengenal Tren Quiet Quitting dalam Hubungan Ketenagakerjaan di Indonesia

Mengenal Tren “Quiet Quitting” dalam Hubungan Ketenagakerjaan di Indonesia

“Faktor minimnya apresiasi dan cara kerja eksploitatif juga menjadi salah satu faktor yang mendukung terjadinya fenomena ini.”

Fenomena quiet quitting kini tengah ramai lagi diperbincangkan di dunia kerja belakangan ini. Bagaikan antonim dari sifat hustle culture, yakni suatu standar yang menganggap bahwa kesuksesan hanya bisa dicapai apabila seseorang bekerja sekeras-kerasnya hingga menempatkan pekerjaan di atas segalanya, quiet quitting justru menunjukan hal yang sebaliknya.

Quiet quitting lagi tren sekarang. Ini sebenarnya lebih ke konsep kerja secukupnya saja untuk keseimbangan hidup dan kesehatan mental,” kata Bunga Lmtyaz, penasihat karir di Reeracoen Indonesia, salah satu perusahaan headhunter di Jakarta dikutip DW Indonesia, Selasa (04/10/2022).

Dikutip dari The Conversation, quiet quitting merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan kebiasaan kerja yang sesuai pada jam kerja dan alokasi kerja yang telah diberikan sejak awal.

Secara praktis, tren ini dianggap dapat membantu seseorang mendapatkan hidup yang lebih seimbang antara pekerjaan dan kehidupan pribadinya atau work-life balance. Sebab, pekerja yang melakukan quiet quitting masih tetap mengerjakan seluruh tanggung jawabnya, hanya saja sesuai porsi yang dimiliki.

Di satu sisi, fenomena ini dapat membawa keuntungan bagi karyawan yang menerapkannya. Kendati demikian, di sisi lain nyatanya perusahaan menjadi dapat terpengaruh kinerjanya atas adanya tren ini.

“Namun ada negatifnya adalah bagi beberapa karyawan yang time management-nya belum baik, hasil pekerjaannya juga akan terpengaruh. Jika output seadanya, maka jadi posisinya di bawah ekspektasi kantor.” ujar Bunga.

Dilansir dari Kompas, terdapat beberapa faktor yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami quiet quitting, salah satunya skema kerja work-from-home.

Bekerja dari rumah mengaburkan perbedaan tanggung jawab seseorang di kantor dan di rumah. Pemantauan kerja oleh atasan yang tidak langsung membuat kepercayaan menjadi menurun sehingga menghilangkan adanya penetapan jam kerja yang mana jika berlangsung terus-menerus maka dapat menimbulkan burnout.

Tidak melanggar hukum selama masih dalam lingkup kesepakatan Hubungan Kerja

Menanggapi adanya fenomena ini, Partner dari BP Lawyers, Ali Imron, menjelaskan bahwa selama apa yang dilakukan oleh karyawan tersebut tidak melanggar peraturan perusahaan serta perjanjian Hubungan Kerja yang telah disepakati sebelumnya, maka perbuatan karyawan untuk hanya bekerja pada porsinya tersebut bukanlah suatu perbuatan yang melanggar hukum.

Lain halnya, sebagai contoh, apabila seorang karyawan diketahui memang memiliki shift kerja diluar jam kerja buruh pada umumnya yang mana ternyata memang sudah diatur dalam peraturan perusahaan seperti demikian tetapi karyawan tersebut justru menolak untuk melakukan pekerjaannya. Dalam kondisi seperti itu, perusahaan baru dapat mempermasalahkannya.

Minimnya apresiasi dan cara kerja eksploitatif

Dikutip DW, faktor minimnya apresiasi dan cara kerja eksploitatif juga menjadi salah satu faktor yang mendukung terjadinya fenomena ini. Berkaitan dengan hal tersebut, sejatinya KlikLegal telah merilis artikel tips terkait beberapa hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam hal terjadi kondisi seperti ini, yakni:

  1. Hidupkan nilai perusahaan, pemahaman yang kuat dari karyawan akan hal itu dapat membuat mereka merasa selalu terinspirasi dan engaged dengan perusahaan.
  2. Apresiasi dan kenali karyawan, dengan mengapresiasi pekerjaan serta usaha yang telah dilakukan oleh seorang karyawan, perusahaan sejatinya dapat membantu meningkatkan engagement karyawan tersebut. Hal ini disebabkan bahwa karyawan, juga sebagai manusia, nantinya akan merasa dihargai serta tidak merasa dirinya dipergunakan sebagai “alat” dalam suatu perusahaan.
  3. Fasilitasi kesejahteraan karyawan dengan baik, Kesejahteraan sejatinya adalah hal yang utama bagi setiap orang, termasuk bagi karyawan. Pengupahan yang baik dari perusahaan dapat membuat karyawan merasa nyaman serta aman dalam melakukan setiap pekerjaannya di perusahaan tersebut.

 

AA

Dipromosikan